Nabire, Jubi – Ratusan perempuan dan anak-anak yang mengungsi dari Distrik Bibida, Kabupaten Paniai ke Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah duduk di bawah rindang pohon, berteduh dari panasnya terik matahari di Jayanti, Kampung Gerbang Sadu, Nabire pada Minggu (16/6/2024) pukul 15.00 Waktu Papua.
Perempuan yang memiliki balita menggendong buah hati mereka. Sedangkan anak-anak usia SD hingga SMA ada yang duduk dan berdiri. Mereka penuh harap menanti kedatangan Pejabat Bupati Paniai Martha Pigome
Ratusan warga dari Distrik Bibida itu terpaksa menyingkir jauh dari rumah mereka setelah aparat keamanan TNI/Polri mengejar anggota TPNPB di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Undius Kogoya, Panglima Daerah TPNPB-OPM Kodap VIII Intan Jaya yang diduga berada di Distrik Bibida.
Pengejaran itu bermula pada Selasa, 11 Juni 2024, ketika TPNPB membakar sebuah mobil bersama sopirnya, yang berasal dari Makassar. TPNPB menyatakan sopir tersebut adalah intelijen militer Indonesia.
Akibat peristiwa itu, aparat TNI/Polri melakukan pengejaran terhadap TPNPB pimpinan Undius Kogoya menuju Distrik Bibida. Pada Jumat, 14 Juni 2024 TNI/Polri menerbangkan drone dan helikopter untuk memantau keberadaan pasukan TPNPB di distrik itu.
Esoknya, Sabtu, 15 Juni 2024, aparat TNI/Polri melakukan penyisiran ke Distrik Bibida yang mengakibatkan warga mengungsi besar-besaran dari Bibida ke Enarotali, Madi, hingga Kabupaten Nabire.
Di lokasi pengungsian di Nabire, Jubi menemui Frendy Zonggonau dari Tim Masyarakat Peduli Pengungsian di Nabire. Zonggonau yang bersama timnya sudah mendata pengungsi di Nabire mengatakan, jumlah penduduk Distrik Bibida sebanyak 3.135 jiwa. Sedangkan yang mengungsi ke Nabire pada Minggu (16/6/2024) mayoritas anak-anak dan perempuan, jumlah semuanya 409 orang.
“Warga yang mengungsi itu mereka tidak tinggal di satu tempat, tapi berbeda-beda. Ada yang tinggal di Nabire Barat Gerbang Sadu (Jayanti), Gerbang Sadu Wadio Atas, Kali Semen, SP2, Bumi Raya SP1, Bumi Wonorejo, Karang Tumaritis, Kali Harapan, Oyehe, dan Siriwini,” katanya.
Jumlah perempuan, kata Zonggonau, sebanyak 159 orang dan laki-laki 115 orang. Sedangkan anak-anak 216 orang.
“Itu data hasil dari tim kerja kami mendatangi dari rumah ke rumah,” ujarnya.
Kunjungan Penjabat Bupati Paniai
Penjabat Bupati Paniai Martha Pigome akhirnya datang ke lokasi menemui para pengungsi. Ia menyerahkan bantuan kepada para pengungsi di Jayanti, Kampung Gerbang Sadu.
Kepada pengungsi, Martha Pigome mengatakan saat ini tercatat sebanyak 490 orang warga Distrik Bibida, Kabupaten Paniai ditampung di Gereja Katolik Santo Stefanus Jayanti, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah.
“Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Papua Tengah untuk menyalurkan bantuan bahan makanan, tetapi bantuan tersebut kemungkinan akan disalurkan di Madi, Paniai,” ujarnya.
Pigome mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Papua Tengah apakah nanti akan datang melihat ke lokasi itu (Nabire) atau hanya fokus kepada pengungsi di Madi, Kabupaten Paniai.
“Karena semua warga Bibida sudah mengungsi ke Madi dan saya meminta kepada masyarakat yang ada di Kabupaten Nabire agar bisa kembali ke Paniai supaya bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah di sana,” katanya.
Menurut Pigome warga sekitar 7 kampung dari Distrik Bibida semuanya sudah diungsikan ke Madi dan Enarotali, serta kampung-kampung sekitar.
“Terakhir pada Minggu, 16 Juni 2024 sekitar pukul 1.34 WIT polisi telah mengangkut warga dari Bibida untuk mengungsi ke Madi,” katanya.
Pigome menyebutkan pihaknya telah melakukan upaya perdamaian dengan melibatkan sejumlah pihak, agar situasi di Distrik Bibida bisa segera pulih.
“Memang langkah-langkah untuk perdamaian di Bibida sudah kami tempuh dengan menghadirkan kepala distrik, para kepala kampung, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk berbicara masalah yang ada di Bibida, bagaimana penanganan secara persuasif,” ujarnya.
Ia mengatakan sebagai pemerintah daerah pihaknya hanya mengurus kemanusiaan. Artinya, hanya akan mengurus warga yang mengungsi saja. Pemkab Paniai tidak akan mengurus soal keamanan, karena itu ranah pemerintah pusat.
“Urusan keamanan itu urusan pemerintah pusat, tugas pemerintah daerah itu hanya urusan kemanusiaan, sehingga ketika terjadi konflik ini maka kita bertanggung jawab terhadap masyarakat,” katanya.
Pigome menyalurkan bahan makanan dan dana sebesar Rp30 juta kepada pengungsi Bibida.
“Penyediaan bantuan ini merupakan bentuk konkret kepedulian pemerintah terhadap warganya yang mengalami kesulitan akibat konflik,” ujarnya.
Pada Sabtu (15/6/2024), Penjabat Bupati Paniai juga mengunjung pengungsi dari Bibida yang berada di Gereja Katolik Madi. Di sana ia menyerahkan bantuan bahan kebutuhan pokok seperti beras, mi instan, sarden (ikan kaleng), minyak goreng, dan garam. Selain itu, bantuan kasur dan tenda serta uang tunai Rp100 juta.
Pj Gubernur Papua Tengah berjanji cari solusi
Penjabat Gubernur Provinsi Papua Tengah Ribka Haluk dan rombongan juga mengunjungi para pengungsi dari Distrik Bibida yang berada di Kabupaten Nabire. Haluk meminta warga yang mengungsi tetap menjaga keamanan dan kenyamanan bersama dan tidak saling menyalahkan di kamp pengungsian.
“Saya harap agar warga tidak saling menyalahkan satu sama lain terkait apa yang dialami masyarakat di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai. Kami berjanji akan mencari solusi terkait permasalahan yang terjadi di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai,” katanya.
Haluk mengatakan siap memfasilitasi warga yang mengungsi ke Paniai. Sebab tempat mengadu warga adalah pemerintah. Karena itu ia berjanji untuk menangani para pengungsi.
“Kami pada prinsipnya selaku pemerintah sebagai tempat masyarakat mengadu. Kami akan melayani dan menyiapkan tempat dan makan buat warga kita yang mengungsi dari Distrik Bibida. Apabila ada warga yang ingin kembali ke tempat asal nanti, kami akan siapkan transportasi. Tapi semua itu kami kembalikan kepada masyarakat keinginannya bagaimana,” katanya.
Menurut Haluk saat ini pemerintah daerah sedang memikirkan agar kebutuhan para pengungsi terpenuhi. Ia mengatakan telah memerintahkan jajarannya agar para pengungsi mendapatkan kehidupan yang layak selama berada di tempat pengungsian di Kabupaten Nabire.
“Para pengungsi ini harus mendapatkan tempat yang layak selama dalam pengungsian dan kebutuhannya harus terpenuhi. Lalu ke depan kami akan berpikir bagaimana agar kondisi di Distrik Bibida kembali kondusif dan masyarakat bisa kembali ke rumah mereka masing-masing,” ujarnya.
Ribka Haluk mengaku juga telah memerintahkan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Sosial Provinsi Papua Tengah untuk turun tangan memerhatikan langsung kondisi para pengungsi.
“Saya ingin agar kita semua dapat membantu menghilangkan rasa trauma yang dialami oleh masyarakat pengungsi agar segera dipulihkan,” katanya.
Pj Gubernur Papua Tengah juga menyerahkan uang tunai Rp100 juta kepada pengungsi untuk bantuan selama berada di Nabire.
“Saya telah perintahkan agar dibentuk tim trauma healing bagi masyarakat pengungsi, khususnya bagi anak-anak. Ada tiga dinas khusus yang saya perintahkan untuk memerhatikan para korban pengungsi. Kita berharap kondisi di Distrik Bibida bisa kembali kondusif sehingga masyarakat bisa kembali ke rumah dan beraktivitas kembali di sana,” ujarnya.
Haluk memerintahkan kepada Dinas Sosial Provinsi Papua Tengah untuk memperhatikan masyarakat yang mengungsi di Kabupaten Nabire dengan serius, baik soal makanan, maupun kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal.
“Kami pemerintah daerah juga memberikan bantuan sembako berupa minyak goreng, garam, sabun, mi instan, dan beras 10 ton. Sebanyak 3 ton dibagikan di Nabire dan 7 ton rencananya akan dibagikan di Kabupaten Paniai-Madi untuk pengungsi,” katanya.
Kritik Aparat Keamanan dan TPNPB
Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Tengah Benny Zonggonau kepada Jubi mengatakan warga yang mengungsi dari Bibida ke Madi, Enarotali, dan Nabire adalah korban kontak tembak antara TPNPB dan TNI/Polri.
“Mereka saling kejar-mengejar di Bibida mengakibatkan warga di tujuh kampung mengungsi besar-besaran. Sangat disayangkan kondisi warga yang mengungsi ini,” kata Pokja Adat itu.
Zonggonau menyesalkan tindakan aparat keamanan saat melakukan pengejaran terhadap anggota TPNPB.
“Dan menyita HP, memukul perempuan, itu sangat disayangkan. Saya menyesalkan tindakan aparat kemanan itu dan juga anggota TPNPB yang merugikan masyarakat yang keluar dari kampung halamannya,” katanya.
Zonggonau mengatakan warga ketakutan dan memilih mengungsi ke Nabire. Mereka datang ke Nabire untuk mencari tempat perlindungan yang aman. Setelah situasi aman sebulan atau dua bulan mereka akan kembali ke daerahnya.
“Nabire ini aman dan banyak makanan, sekalipun warga tidak mendapatkan bantuan pemerintah, mereka bisa mendapatkan bahan makanan di kebun atau beras, juga banyak singkong, ubi untuk mereka konsumsi,” ujarnya.
Zonggonau juga mengimbau agar aparat keamanan (TNI/Polri) dan TPNPB menghargai hukum perang.
“Jangan kalian bikin masalah baru mengorbankan masyarakat sipil, seperti yang terjadi hari ini di Paniai,” katanya. (*)