Enarotali, Jubi – Pengusaha asli Papua di bidang kayu yang mengantongi Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) mempraperadilankan atas di tetapkannya empat perusahaan milik OAP sebagai tersangka oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) Republik Indonesia di Pengadilan Negeri Nabire dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Nabire.
Perkara peraperadilan itu didaftarkan oleh Kuasa Hukum CV. AM dengan termohon Balai Penegak Hukum Kementerian LHK RI Jawa Bali Nusa Tenggara terkait dengan penahanan kayu berdasarkan laporan masyarakat nomor surat penahanan nomor S.995/PPHLHK-II/SW.2/11/2022 tentang bantuan pengamanan 30 kontainer eks-Kapal MV. Verizon yang di tandatangani oleh Taqiyuddin.
Pemohon yaitu pemilik perusahaan, Fransiskus Douw mengatakan, penahanan ini berbicara soal hulu berarti asal usul kayu sesuai pasal 10 Undang-Undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan, maka sangat relevan jika yang melakukan penahanan adalah Balai Penegakkan Hukum LHK Wilayah Maluku.
Karena, menurut dia, sumber asal usul kayu berasal dari wilayah Papua dan mestinya, dasar penahanan mengacu pada pasal 10 yang dimaksud di atas agar transparansi menjadi dasar semua pihak menegakkan hukum di bidang pemanfaatan hasil hutan isi surat yang menyatakan berdasarkan laporan masyarakat.
“Kami sangat ragu, masyarakat Papua pergi lapor ke Surabaya sana, dan sekarang kayu yang ditahan itu adalah empat perusahaan milik orang asli Papua. Sangat dangkal orang papua memiliki pemahaman seperti itu,” kata dia.
Sehingga hal ini harus diperjelas oleh pihak Penyidik PPNS Kementerian LHK RI untuk dapat memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya.
“Kami mengperadilankan KemenLHK karena ini Papua itu Otonomi Khusus (Otsus) dan orang asli Papua sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua Pasal 38. Kami mau berusaha dihalangi hanya dengan laporan masyarakat yang tidak jelas juga siapa masyarakat yang melapor,” ujarnya.
Ia menempuh jalur hukum itu, guna membuktikan guna melihat keberpihakan pemerintah kepada orang asli Papua.
“Kita sebagai kaum terpelajar kami tempuh jalur hukum memperaperadilankan kemenLHK agar kayu yang ditahan dari perusahaan-perusahaan anak Papua yang sudah lengkap dengan dokumen ini segera dilepas oleh kementerian,” kata dia. (*)