Enarotali, Jubi – Dalam penempatan jabatan birokrasi di lingkup pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dikabarkan tidak ada pegawai ASN yang bersasal dari Kabupaten Pegunungan Bintang.
Karena itu, Bupati Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, Spei Yan Bidana mengaku dirinya bersama seluruh masyarakat di Bumi Okmin sangat kecewa terhadap ketidak adilan dan diskriminasi yang ditunjukkan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
“Sebagai Bupati saya sangat kecewa dengan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Padahal dari delapan kabupaten yang masuk dalam provinsi baru ini, melalui Asosiasi Bupati kita sudah sepakat untuk ajukan setiap kabupaten dapat jatah 2 pejabat eselon II. Sementara untuk mutasi pegawai setiap kabupaten 100 orang, hanya kita di Pegunungan Bintang ajukan 67 orang. Itu juga tak satu pun Orang Asli Pegunungan Bintang yang diakomodir. Ada tapi teman-teman dari luar Pegunungan Bintang seperti Plt Kepala BKD, Plt. Kepala Pekerjaan Umum dan kemarin sekitar 4 orang,” ungkap Bupati Spei Bidana kepada Jubi, Kamis, (19/1/2023).
Pernyataan itu disampaikan Bupati Spei Bidana menyikapi pelantikan Pelaksana Tugas (Plt.) Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas di Lingkungan Pemprov Papua Pegunungan, Rabu, 18 Januari 2022 di Wamena, dimana tak ada satu pun pejabat Orang Asli Papua dari Pegunungan Bintang yang menduduki jabatan eselon II dan III.
Menurut Bupati, fakta hari ini membuktikan bahwa kekuatiran pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Pegunungan Bintang yang pada Juni 2022 dan melakukan demonstrasi besar-besaran menolak bergabung dengan Provinsi Papua Pegunungan, menjelang pengesahan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) itu, kini benar-benar terjadi.
“Pengalaman dan perlakukan diskriminatif yang dialami masyarakat Pegunungan Bintang selama 40 tahun bergabung dengan Kabupaten Jayawijaya kini terulang kembali,” katanya.
Pihaknya tetap menjadi wilayah yang tidak diperhitungkan dalam pemerintahan, pelayanan kemasyarakatan, dan pembangunan perekonomian.
“Dulu kami tolak bergabung dengan provinsi ini karena tiga alasan. Pertama, kami susah akses ekonomi ke Wamena karena sangat jauh. Kedua, SDM yang kami siapkan juga tidak akan dipakai. Ketiga, aspek ketidakadilan pembangunan. Jadi saya sebagai bupati sangat kecewa dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Pj Gubernur sekarang,” ujarnya.
Ia meminta Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan , mengkaji dan merombak ulang eselonisasi yang sudah dilakukan dengan mengakomodir secara adil seluruh SDM aparatur dari 8 kabupaten, di mana tidak hanya Kabupaten Pegunungan Bintang, tetapi juga 3 kabupaten lain yang bernasib serupa yakni Yahukimo, Nduga dan Yalimo.
“Semacam ada stigma bahwa kami yang dari wilayah ini tidak mampu. Untuk apa pemekaran provinsi kalau sama saja kami tidak diberdayakan. Kami akan minta Penjabat Gubernur Papua Pegunungan untuk mengkaji kembali kebijakannya dan mengakomodir secara adil seluruh kabupaten. Provinsi ini milik rakyat di 8 kabupaten itu, bukan hanya milik suku tertentu,” tuturnya.
Mantan Bupati Pegubin, Costan Oktemka menegaskan, merupakan satu bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap orang Ngalum Kupel.
“Untuk mendapatkan perlakuan yang tidak adil seperti inilah yang membuat masyarakat dan Pemda Pegubin sejak awal menolak masuk di Provinsi Papua Pegunungan,” kata Costan Oktemka.
Oktemka mengungkapkan orang asli di sana sangat siap dalam hal sumberdaya manusia (SDM) . Siap menempati posisi sebagai pejabat di provinsi DOB tersebut.
“Kami punya SDM, kami sudah siap tapi ini langkah awal yang betul-betul melukai hati kami, sangat mengecewakan dan ini akan menjadi satu pelajaran buruk bagi kami. Karena dari awal saja suda kelihatan kami tidak diperhitungkan sama sekali,” katanya.
Ia yakin Bupati Spei Bidana sudah mengajukan sejumlah nama, tetapi satupun tidak diakomodir. “Di sinikan bisa dinilai usulan bupati saja tidak diakomodir lalu bagaimana mau usulan pribadi atau melalui jalur lain, kami tanyakan ini permainan siapa,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!