Waghete, Jubi – Adanya keterwakilan perempuan dalam keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Dogiyai, Papua, maupun kabupaten lainnya di wilayah adat Meepago harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak.
Pasalnya, keberadaan anggota DPRD perwakilan perempuan menjadi penyeimbang di ranah legislatif. Sehingga kerja kolaborasi antara laki-laki dan perempuan di lembaga menjadi bersatupadu dalam menjalankan karya bagi masyarakat.
“Kalau ada 30 persen perempuan saat pencalonan di masing-masing partai politik, maka harus juga ada kursi DPRD bagi perempuan. Jangan hanya laki-laki saja,” kata Komisioner Bawaslu Dogiyai, Renny Keiya ketika menyampaikan pendapatnya pada kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemungutan suara dengan sistem Noken di wilayah Meepago bersama Bawaslu Provinsi Papua di Waghete, Deiyai, Kamis, (29/9/2022).
Menurut Keiya, perjuangan terpenuhinya 30 persen perempuan yang menduduki kursi legislatif sebenarnya memiliki sejumlah tujuan murni, selain agar hak-hak perempuan diperhatikan terutama hak perempuan dalam bidang politik sebagai warganegara yang juga punya hak yang sama dengan kaum pria.
“Isu pemberdayaan perempuan menjadi garis besar landasan pikir tentang keterwakilan perempuan dalam politik, juga agar kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang disusun memiliki sudut pandang gender,” katanya.
Ia menambahkan, tersingkirnya jatah kursi perempuan di legislatif tingkat daerah lantaran menggunakan sistem noken yang kerap kali diambilalih oleh seseorang dalam menentukan calon tertentu saja.
“Dalam hal ini, kalau sistem noken biasanya ikat suara untuk laki-laki saja, perempuan disingkirkan. Kadang pakai alasan, ah perempuan mau bikin apa? Setelah laki-laki jadi DPRD, malah kebalikan, tidak pernah bikin apa-apa,” kata Keiya.
Hal senada juga disampaikan Lince Giyai, komisioner Bawaslu Deiyai. Ia mengatakan, jika masyarakat mau ada perubahan maka alangkah baiknya memberikan hak suara kepada perempuan.
“Kami bukan kampanye tapi, memang faktanya perempuan tidak ada di kursi DPRD Deiyai maupun Dogiyai. Kalau memang ada 30 persen kuota perempuan di partai politik, maka kenapa tidak bisa mereka dikasi kepercayaan menjadi anggota DPRD juga,” kata Giyai. (*)