Jayapura, Jubi – Masyarakat di tiga suku yaitu Walani, Mee, dan Moni (SWAMEMO) di area penambangan emas ilegal Degeuwo, Distrik Baya Biru, Kabupaten Paniai, menilai pemerintah daerah setempat melakukan pembiaran terhadap penambangan yang dilakukan selama 21 tahun lamanya, karena belum adanya surat izin resmi.
Mahasiswa Paniai asal Degeuwo, Jhon Timepa saat menghubungi Jubi, Sabtu (3/9/2022) malam, mengatakan penambangan emas ilegal di Distrik Baya Biru (Degeuwo) tidak sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Ia menyebut pertambangan sangat merugikan pemerintah daerah, Pemerintah Provinsi Papua, dan negara apalagi ini berlangsung selama 21 tahun.
“Rata-rata jenis emas aluvial yang diambil dari beberapa titik lokasi itu mencapai 200-600 kilogram per minggu, yang diproduksi oleh 26 pengusaha menengah dan lebih dari 4 perusahan yakni, PT Benliz, PT Satria Air Sevice, PT Komputer dan PT Madinah Quarta Ain, oleh karena itu kerugiannya sangat besar dan serius,” katanya.
Timepa menilai, operasi tambang ilegal muncul sejak tahun 2001, dimana aktivitas penambangan masih berlanjut hingga kini. Ulah aktivitas penambangan liar ini menjadi ancaman serius bagi tatanan kehidupan warga, ekosistem, flora dan fauna serta pencemaran lingkungan di area penambangan atau sepanjang Sungai Degeuwo, bahkan mengakibatkan kematian bagi masyarakat setempat.
“Selain itu minuman beralkohol, HIV/AIDS, dan prostitusi juga menyebabkan angka kematian bagi warga sipil di Distrik Baya Biru meningkat selama lima tahun belakangan ini, bahkan bukan hanya itu, kekerasan aparat keamanan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) juga dialami warga seperti intimidasi, diskriminasi, penyiksaan, dan pencurian,” katanya.
Untuk itu, demi menyelamatkan sumber daya alam di Degeuwo, ia berharap Pemerintah Kabupaten Paniai mesti bermitra dan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Nabire sebagai pusat transportasi udara ke lokasi tambang dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Walani, Mee dan Moni (LPMA-SWAMEMO) sebagai representasi masyarakat ada tiga suku di Distrik Baya Biru.
“Pemda Paniai juga harus libatkan Lembaga LPMA-SWAMEMO untuk menindaklanjuti Pergub Papua Nomor 41 Tahun 2011, serta Intruksi Bupati Paniai Nomor 51 Tahun 2015 kepada Lembaga SWAMEMO sebagai otoritas,” katanya. (*)