Jayapura, Jubi – Yayasan Anak Dusun Papua (Yadupa) baru saja menerbitkan buku berjudul Teologi Pembebasan di Papua. Buku setebal 74 halaman itu ditulis oleh mendiang Dr M. Thh Mawene, MTh sejak 1998.
Saat itu Mawene ikut pula dalam Seminar Gereja dan Masyarakat oleh Badan Pekerja Am Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua di Gedung GKI jemaat Diaspora, Kotaraja, Kota Jayapura.
“Teologi Pembebasan adalah sesuatu yang baru dan asing bagi kebanyakan pemeluk Kristen di kawasan Pasifik,” tulis Mawene.
Namun, lanjut Mawene, sebenarnya latar belakang pemikiran dari kebanyakan para pendeta ini adalah dunia akademis di mana Teologi Pembebasan itu dipelajari sebagai suatu model teologi yang berkembang di Amerika Latin.
“Bahkan di Indonesia masih dianggap sebagai teologi subversif sehingga sempat dilarang oleh rezim Orde Baru dan lebih suka berbicara tentang Teologi Revolusi,” jelas Mawene dalam buku berjudul Teologi Pembebasan di Papua.
Pertentangan ini jelas sangat berpengaruh dalam perjalalan Teologi Pembebasan di Tanah Papua dan masih terus diperdebatkan. Apalagi ada sikap sebagian jemaat alergi terhadap keterlibatan gereja dan para pelayannya dalam panggung politik praktis.
Hingga tak heran kalau suatu teologi politik yang subversif (melawan tatanan kekuasaan yang status quo) seperti Teologi Pembebasan ala rakyat, jelas dituding sebagai kekafiran teologi. Karena itu, tulis Mawene, tidaklah heran kalau kalangan warga KGI amatlah tidak menyukai khotbah-khotbah yang membahas hal kemerdekaan di dalam jemaat. Atau tidak menyukai para pendeta berani ikut ikut berbicara tentang suatu Teologi Pembebasan di Papua.
Mawene mengutip pengantar dari buku berjudul A Theology of Liberation (edisi 1998), Gustavoa Guiterres, antara lain menegaskan bahwa “Teologi Pembebasan bukan hanya merupakan refleksi kritis praksis orang beriman untuk pembebasan manusia, tetapi juga merupakan praksis orang miskin itu sendiri yang dari hari ke hari berjuang untuk membebaskan diri mereka dari ketidakadilan dan penindasan.”
Jadi bisa dibilang bahwa Teologi Pembebasan lahir dari praksis rakyat yang menderita, sebagai suatu teologi rakyat.
“Buku berjudul Teologi Pembebasan di Papua“, kata Milser Dimara, salah seorang penjaga stand Yadupa di Festival Danau Sentani (FDS) di Kalkote Sentani, Jumat (28/10/2022), sangat laris dibeli para pengunjung.
Dia menambahkan selain buku itu, ada juga buku-buku tentang cerita rakyat di Tanah Papua.
”Saya berharap buku-buku tentang Papua bisa menjadi momentum bagi kebangkitan orang Papua ke depan,” katanya. (*)