Jayapura, Jubi – Umat Katolik Papua memperingati Hari Arwah Sedunia pada 2 November 2022. Pada perayaan Hari Arwah Sedunia hadir puluhan mahasiswa Katolik dari berbagai universitas di Kota Jayapura dan asrama mahasiswa untuk mempelajari sejarah gereja katolik, misionaris Katolik, dan pengenalan tokoh-tokoh lokal Katolik, dan para guru katekes di berbagai daerah di Tanah Papua.
“Kegiatan ini dimulai dengan misa di Kapela Santa Clara, kemudian peserta diarahkan ke makam para misionaris dan tokoh gereja lokal dari berbagai tarekat yang dimakamkan di tempat pemakaman khusus misionaris, yang terletak di samping biara Fransikan Santa Clara di Sentani,” kata aktivis Pemuda Katolik Papua, Soleman Itlay, sebagai penggagas kegiatan kunjungan ke Makam Biara Sentani kepada Jubi saat ditemui di Biara Santa Clara Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (4/11/2022).
Itlay mengatakan bahwa sebagai orang Papua yang beragama Katolik wajib mengetahui para misionaris serta penginjil lokal yang tersebar di Tanah Papua, agar umat Katolik melakukan rekonsiliasi.
“Setelah melakukan seminar-seminar pada tahun 2021 lalu, hari ini adalah cara bagaimana generasi muda Papua belajar tentang sejarah gereja Katolik, para misionaris mengenali tokoh-tokoh lokal, dari masing-masing wilayah dimana menjadi basis-basis Katolik, wajib diketahui oleh generasi muda Papua sebagai tulang punggung gereja,” katanya.
Itlay mengatakan pentingnya belajar tentang sejarah gereja sebab sejak gereja masuk ke Tanah Papua, orang-orang Papua mengalami perubahan hidup yang sangat besar.
“Oleh karena itu generasi muda Papua harus mengetahui sejarah marga, kampung, gereja, termasuk juga misionaris Katolik yang mewartakan kabar Injil kepada masyarakat Papua,” katanya.
Sementara itu, tokoh perempuan Katolik, Frederika Korain, mengatakan bahwa peradaban paling besar dan berpengaruh kepada orang Papua adalah saat para misionaris membawa kabar Injil ke Tanah Papua.
“Saat misionaris masuk dan orang Papua berkontak dengan mereka tentunya proses yang tidak mudah dan memunyai pelajaran tersendiri yang harus dituliskan,” katanya.
Korain mengatakan masa depan gereja Katolik ada di tangan generasi muda Papua saat ini. Sehingga mereka wajib mempelajari sejarah penyebaran gereja Katolik.
“Kegiatan ini sangat penting bagi pemuda-pemudi Katolik untuk mengetahui siapa sosok misionaris, tokoh lokal yang menerima Injil, para guru katakis yang masuk di Tanah Papua,” katanya.
Lanjut Korain, melalui forum seperti ini bisa terungkap hal-hal yang menghambat kemajuan umat Katolik.
“Kita bisa mengetahui dan bisa mengambil langkah rekonsiliasi,” katanya.
“Rekonsiliasi perlu apabila ada suku-suku tertentu yang melakukan pelanggaran-pelanggaran pembunuhan terhadap misionaris, tokoh lokal atau para katakes supaya bisa dibuat rekonsiliasi dan berdoa agar ada pemulihan di suku-suku tertentu. Itupun jika ada, jika tidak ada pelanggaran, syukur,” pungkasnya. (*)