Jayapura, Jubi – Perusahan tambang PT Gag Nikel yang bergerak di bidang usaha pertambangan nikel di Pulau Gag, Kampung Gag, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya mengklarifikasi pemberitaan Jubi berjudul “Eksploitasi Nikel di Raja Ampat Jadi Ancaman Serius Bagi Lingkungan“ yang dipublikasikan pada 2 Februari 2025 dan “Raja Ampat Bukan Tempat Bisnis Tambang Nikel, Merusak Ekologi dan Memicu Konflik“ yang dipublikasikan pada 11 Maret 2025.
Sorong Office Manager PT Gag Nikel, Ruddy Sumual ketika dihubungi Jubi dari Jayapura, Papua, lewat aplikasi WhatsApp pada Jumat (14/3/2025) mengatakan, proses pertambangan yang dilakukan itu sudah sesuai aturan pertambangan, yang mengedepankan AMDAL (analisis dampak lingkungan) yang diawasi oleh baku mutu pertambangan.

Sumual berkata, foto yang dimuat Jubi pada pemberitaan sebelumnya itu bukan di Pulau Gag–tempat PT Gag Nikel beroperasi, tetapi di tempat lain.
“Orang waktu baca berita itu di pikiran mereka bahwa ini memang PT Gag Nikel sudah, padahal itu di tempat lain, karena dilihat dari foto itu kondisi tambangnya rusak dan jalannya rusak, lalu dibiarkan saja dilihat dari foto itu,” katanya.
Menurut Ruddy, PT Gag Nikel telah mengantongi dokumen AMDAL dari pemerintah.
Menurutnya, di dalam AMDAL itu tentunya ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh PT Gag Nikel, salah satunya, pengendalian lingkungan.
“Di dalam AMDAL itu ada namanya kerangka acuan upaya pengelolaan lingkungan hidup, dan upaya pemantauan lingkungan hidup atau UKL/UPL. Berarti kan ada pengendalian, ya. Bukan berarti kita juga tidak mau bilang bahwa kalau ada aktivitas pertambangan terus tidak ada dampak, tetapi tentu ada dampak lingkungan,” ujarnya.
Sumual mengatakan, di dalam AMDAL itu sudah diatur bagaimana cara pengendalian lingkungannya, sehingga tidak terjadinya dampak yang berakibat buruk kepada lingkungan, laut dan kepada manusia atau ekosistem yang lain.
“Karena di situ sudah diatur sepanjang pengendalian itu dilakukan dengan baik atau dilakukan dengan kaidah-kaidah pertambaangan yang baik, sesuai aturan itu akan berjalan dengan baik,” katanya.
“Kita juga selalu dipantau dengan baku mutu itu terkait dengan kualitas air, kualitas udara, kebisingan dan juga pengendalian limbah B3 dapat dilakukan dengan cara pengurangan, penyimpanan, pengolahan, dan penimbunan,” katanya.
Ruddy menjelaskan terkait dengan kualitas air pasti selalu diukur dengan baku mutu, apalagi dibilang terjadinya sedimentasi laut.
Dia mengatakan, PT Gag Nikel tidak menggunakan bahan kimia apapun untuk melakukan proses penambangan. Sementara yang dilakukan itu pengendalian bagaimana limpasan air hujan, yang dari atas turun itu tidak langsung mengalir ke laut supaya tidak terjadi sedimentasi, maka PT Gag Nikel melakukan pengendalian dengan menggunakan kolam-kolam endapan yang dimention setiap saat.
“Jadi, kalau misalnya, air hujan datang itu masuk ke kolam-kolam endapan barulah dia mengalir ke laut. Terbukti saat ini konsumsi ikan-ikan itu diambil dari seputaran Pulau Gag itu yang dihasilkan oleh masyarakat,” ujarnya.

Sumual mengatakan setiap petugas PT Gag Nikel mempunyai kewajiban untuk melakukan reklamasi pascatambang. Ketika nikel itu setelah melakukan aktivitas penambangan di satu lokasi, maka wajib melakukan reklamasi.
Pertama, lanjutnya, melakukan penataan lahan, setelah itu melakukan reklamasi dan terakhir melakukan pemantauan oleh jaringan reklamasi.
Maka dari itu, menurutnya PT Gag Nikel di Pulau Gag Raja Ampat itu sudah melakukan pertambangan sesuai dengan kaidah-kaidah baku aturan pertambangan, yang mana pengendalian dan penataan lingkungan secara baik.
“Kita dapatkan persetujuan AMDAL karena kita punya komitmen luar biasa untuk menjaga lingkungan. Jadi, kita tidak hanya membela diri di omongan saja, tetapi berdasarkan kenyataan di lapangan seperti itu,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya telah melakukan banyak kewajiban pengendalian lingkungan, termasuk limbah B3, seperti oli bekas, aki bekas.
“Limbah medis itu kan limbah-limbah B3, sehingga kita menyiapkan tempat penyimpanan sementara dan dalam aturan tidak boleh lewat tiga bulan limbah B3 berada di tempat penyimpanan sementara. Akan tetapi langsung diangkut dan dimusnahkan di tempat yang sudah siapkan untuk dimusnahkan dan kita dapatkan sertifikat, sehingga status PT Gag Nikel itu sudah mendapatkan proper biru dan proper hijau saat ini dari kementerian lingkungan hidup dan kementerian kehutanan. Itu penghargaan tertinggi bagaimana pengendalian lingkungan,” katanya.
“Untuk mengendalikan lingkungan hidup di area pertambangan kita sangat patuh dan taat pada aturan. Jika kita dilakukan penambangan sesuai keinginan kita, maka tentu dampak lingkungan sangat besar kepada lingkungan, ekosistem. Tetapi kami sudah berkomitmen sebagai kewajiban untuk melakukan penambangan sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Maka dari itulah, menurutnya pihak-pihak yang menjadi narasumber dalam pemberitaan itu terkesan sangat subjektif tanpa meninjau langsung di lapangan atau lokasi penambangan. Selain itu, para narasumber tersebut diminta untuk sebaiknya konfirmasi terlebih dahulu sebelum menyampaikan di media karena terkesan memojokkan pihaknya di PT Gag Nikel. Sementara PT Gag Nikel itu telah dipantau langsung dari semua kalangan, termasuk kementerian lingkungan hidup dan juga masyarakat setempat. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!