Jayapura, Jubi – Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikan Wilayah V Jayapura memperkirakan musim hujan lebat, peningkatan kecepatan angin, dan gelombang tinggi di sekitaran Papua baru akan terjadi pada awal Desember 2024. Cuaca dengan intensitas hujan lebat dan gelombang tinggi itu diperkirakan akan berlangsung sejak Desember 2024 hingga Februari 2025.
Kepala Stasiun Klimatologi Jayapura, Sulaiman mengatakan intensitas hujan di berbagai wilayah di Provinsi Papua pada Oktober hingga November akan berbeda-beda. Cuaca di sekitar wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Keerom diperkirakan cenderung cerah berawan sejak pagi hingga siang hari. Pada malam hingga dini hari, cuaca diperkirakan cenderung hujan ringan hingga sedang.
Cuaca berbeda diperkirakan akan terjadi di sekitar wilayah Kabupaten Mamberamo Raya, Waropen, Yapen, Biak, dan Supiori. Kelima kabupaten itu diperkirakan akan mengalami cuaca yang cenderung hujan pada pagi hingga siang hari.
Secara umum, pada Oktober hingga November angin di sekitar wilayah Papua akan bertiup dari arah barat laut menuju timur laut. Suhu rata-rata di wilayah Papua diperkirakan berada pada kisaran 24 – 30 derajat Celcius.
“Untuk musim hujan, di Kota Jayapura intensitasnya perlahan akan meningkat pada bulan Oktober hingga Desember, dan puncaknya pada Januari – Februari. Di Kabupaten Jayapura [dan] sebagian besar Keerom, [musim hujan] dimulai di November,” kata Sulaiman melalui panggilan telepon pada Rabu (16/10/2024).
Sulaiman menyatakan suhu muka laut di wilayah Papua saat ini cukup hangat, sehingga bisa memberikan kontribusi terbentuknya awan yang bisa memberikan hujan. Kondisi suhu muka laut Samudera Pasifik diperkirakan semakin mendingin, sesuai ciri-ciri dari fenomena La Nina yang akan berdampak kepada kondisi hujan di Papua.
“Dampaknya akan lebih memajukan terjadinya musim hujan. Normalnya [musim hujan baru terjadi] pada akhir November. Karena ada, La Nina [musim hujan] bisa terjadi pada awal November,” ujar Sulaiman.
Meski begitu, curah hujan yang terjadi pada La Nina tahun ini diperkirakan tidak akan naik secara signifikan. Musim hujan ekstrem diperkirakan baru akan terjadi di Kota dan Kabupaten Jayapura pada Januari – Februari 2025, dan perlu diwaspadai.
Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Dok II Jayapura, Dian Lestari Rahanra mengatakan berdasarkan pantauan beberapa tahun terakhir dan data secara klimatologis, pada Oktober hingga November wilayah Papua telah memasuki musim baratan. Tinggi gelombang laut pada saat itu diperkirakan berkisar 1,25 meter.
“Pada Oktober hingga November, secara umum kondisi gelombangnya masih dalam ketegori rendah, dari 1,25 meter. Namun kami melihat ada beberapa kali potensi [tinggi gelombang laut] bisa meningkat menjadi kategori, mulai dari 1,5 meter hingga 2 meter pada Oktober – November,” katanya.
Meskipun secara umum kondisi cuaca di Papua pada Oktober dan November masih dalam kategori rendah, semua pihak diminta mewaspadai kemungkinan perubahan cuaca berupa hujan lebat dan gelombang tinggi. Hal itu dapat terjadi karena pengaruh kondisi cuaca global, misalnya jika terjadi pembentukan siklon tropis di wilayah perairan utara Papua, yang akan menambah tinggi gelombang laut dan menimbulkan angin kencang.
“Memang pantauan kami beberapa tahun ini peningkatannya sering terjadi di Desember hingga Februari. [Pada saat] puncaknya, tinggi gelombang maksimum bisa mencapai 2 meter hingga 2,5 meter,” katanya.
Sejumlah wilayah yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik, seperti perairan Jayapura-Sarmi, sekitar Mamberamo, Waropen, dan Biak Utara perlu mewaspadai kemungkinan perubahan cuaca dan perubahan tinggi gelombang laut. “Puncaknya memang pada akhir November, peralihan ke Desember hingga Januari,” katanya.
Kondisi cuaca di Papua menjadi perhatian karena bisa menghambat distribusi logistik Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Papua. Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi Papua, Steve Dumbon beberapa waktu lalu mengatakan evaluasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menunjukkan faktor utama yang menghambat distribusi logistik Pemilu 2024 adalah cuaca.
Dumbon menyatakan keterlambatan distribusi logistik karena faktor cuaca itu dialami distribusi logistik menggunakan moda transportasi darat, laut, maupun udara. “Rata-rata disebabkan faktor cuaca dan medan yang cukup berat. Dari hasil evaluasi kami [KPU] usai pemilu lalu, kurang lebih ada lima kabupaten yang alami kendala,” kata Dumbon. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!