Jayapura, Jubi – Rencana repatriasi benda-benda budaya Papua Pegunungan, terancam batal akibat pendanaan. Pemerintah Provinsi atau Pemprov Papua Pegunungan tidak kunjung menggelontorkan biaya pengiriman untuk repatriasi.
Kurator Meseum Loka Budaya Universitas Cenderawasih (Uncen) Enrico Y Kondologit mengatakan benda-benda arkeologi tersebut sedianya dijadwalkan tiba di Jayapura pada bulan depan. Namun, proposal bantuan pendanaannya belum direspons Pemprov Papua Pegunungan.
“Bantuan pendanaan dari Pemprov Papua Pegunungan dibutuhkan untuk biaya pengiriman dari Amerika Serikat [California] ke Jayapura. Jika sampai awal Oktober ini, belum juga ada jawaban [mengenai bantuan pendanaan], pengembalian benda-benda budaya itu terancam batal,” kata Kondologit melalui pesan instan, Selasa (1/10/2024).
Rencana repatriasi atau pemulangan benda-benda budaya Papua Pegunungan mencakup 1.200 artefak, 20 ribu foto, 200 rekaman audio, dan 10 boks catatan lapangan. Benda-Benda arkeologi tersebut berasal dari Suku Hubula, Suku Yali, dan Suku Lani.
Peninggalan budaya bersejarah itu selama ini menjadi koleksi OW Hampton dari Tracing Patterns Foundation di California. Doktor asal Amerika Serikat tersebut melakukan penelitian di Papua Pengunungan pada sekitar 1970–1999.
Kondologit mengatakan Museum Loka Budaya Uncen bersama Tracing Patterns Foundation merintis rencana repatriasi sejak tahun lalu. Dia mengaku mereka juga telah mengomunikasikan rencana repatriasi dan mengajukan proposal bantuan pendanaan kepada Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Velix Wanggai.
“Usaha ini [repatriasi] mendapat dukungan dari Dewan Adat Papua, dan Dewan Adat Hubula, serta Ikatan Mahasiswa Papua Pegunungan. Sayangnya, sampai saat ini belum ada respons dari Pemprov Papua Pegunungan maupun Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Jayawijaya, Pemkab Lanny Jaya, dan Pemkab Yalimo [mengenai pendanaan repatriasi],” kata Kondologit.
Kondologit menegaskan repatriasi tersebut bernilai penting bagi pelestarian budaya Papua Pegunungan. Karena itu, dia sangat berharap pemprov setempat turut memfasilitasi pemulangan benda-benda arkeologi tersebut.
“Terdapat beberapa benda yang sangat sakral atau dikeramatkan sehingga harus segera dikembalikan [ke daerah asalnya]. Pengembalian benda-benda ini merupakan angin segar bagi pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan terhadap kebudayaan Papua,” katanya.
Sejumlah tokoh adat dan budayawan Tanah Papua juga berharap Pemprov Papua Pegunungan serius dalam mendukung repatriasi. Mereka pun mendesak Pemprov Papua Pegunungan membangun museum, atau pusat kebudayaan untuk menyimpan, melindungi, memublikasikan benda-benda budaya asli setempat.
Harapan dan desakan tersebut mereka sampaikan melalui sebuah pernyataan sikap, kemarin. Selain oleh Kondologit, pernyataan sikap itu ditandatangani Ketua Dewan Adat Papua Dominikus Sorabut, dan Ketua Dewan Adat Hubula Engelbert Sorabut. Kemudian, Direktur Mambesakologi Daniel Randongkir, Direktur Byakologi Markus Binur, dan Melky Wetipo, perwakilan mahasiswa Papua Pegunungan.
“Benda-benda itu ada yang sakral, dan ada juga bernilai seni. Kami mau pulangkan, tetapi biayanya cukup besar, kisarannya Rp500 juta–Rp600 juta. Kami sudah kirim proposal [pembiayaannya] kepada para bupati, dan Penjabat Gubernur Papua Pegunungan, tetapi belum direspons,” kata Dominikus Sorabut, saat dihubungi pada Selasa malam. (*)