Sentani, Jubi – Yo Riyaa (sarasehan) empat dilaksanakan di Helebhey Obhe, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Perundingan tersebut hendak memotret praktik-praktik demokrasi masyarakat adat dari aspek kelembagaan adat, partisipasi hingga pranata adat dalam kehidupan berdemokrasi.
Dalam konteks politik di tingkat lokal, praktik demokrasi masyarakat adat turut menentukan dinamika politik di daerah. Selain itu, forum Yo Riyaa akan memberikan rekomendasi terhadap pelaksanaan politik elektoral di Indonesia yang lebih berpihak terhadap masyarakat adat.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) urusan politik, Erasmus Cahyadi mengatakan, seluruh penggiat dan bahkan masyarakat adat sangat mengharapkan adanya keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen, legislatif baik di tingkat kabupaten, kota maupun provinsi hingga pusat.
Tetapi untuk memasuki tahap politik praktis dan menduduki “kursi panas”, dibutuhkan sebuah kendaraan politik, seperti diamanatkan dalam undang-undang Pemilu.
“Selama ini, AMAN tetap mendorong kader masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam politik melalui fasilitas partai yang ada, ” ujar Erasmus di Sentani, Rabu (26/10/2022).
Sejauh dukungan itu, ada yang berhasil baik menduduki posisi strategis. baik di eksekutif maupun legislatif. Bahkan ada yang jadi pimpinan daerah setingkat bupati dari kader masyarakat adat. “Yang terpenting,dengan kehadiran kader masyarakat adat dalam pemerintahan, mereka berhasil lahirkan produk hukum yang berpihak kepada masyarakat adat. seperti Perda-Perda masyarakat adat. Tantangannya, tidak hanya melahirkan Perda, tetapi juga mampu mengimplementasikannya, ” katanya.
Menurutnya, dalam hal kendaraan politik di Indonesia, ada dua provinsi yang mendapat perlakuan khusus; Aceh dan Papua melalui Undang-undang Otonomi Kusus (Otsus).
Oleh karenanya dalam forum Yo Riyaa, ada juga usulan agar keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen pada berbagai tingkatan, melalui pengusulan atau pengangkatan. Tidak menggunakan kendaraan politik.
“AMAN menanggapinya sebagai salah satu usulan yang wajib diperjuangkan. Apabila nantinya menjadi rekomendasi dalam Kongres Masyarakat Adat di Tanah Tabi ini. Sebab, usulan tersebut bagi daerah non otonomi khusus. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam setiap regulasi, termasuk undang-undang Pemilu, ” ucapnya.
Sementara itu, Ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay sependapat dengan sebagian usulan masyarakat adat dari berbagai daerah yang menginginkan adanya keterwakilan masyarakat adat di dalam parlemen.
Menurut anak kandung tokoh Theys Eluay itu, politik praktis bagi masyarakat adat bukan sesuatu yang tabu. Setiap masyarakat harus mampu memilih dan memilih apa yang akan dilakukan. Tetapi hak-hak masyarakat adat yang wajib hukumnya, dapat diperhatikan dan diperjuangkan apabila ada keterwakilan masyarakat adat dalam kursi parlemen.
“Tujuan utama dalam perpolitikan di negara ini, hanya bisa dilawan dengan politik itu sendiri. Sehingga sangat penting ada keterwakilan masyarakat adat di parlemen dan eksekutif. Kita ketahui bersama, kepentingan para mafia dan oligarki saat ini tidak bisa dilawan kecuali melalui jalur politik, “tandasnya. (*)