Merauke, Jubi – Sejumlah 11 nelayan Indonesia yang dipenjara di Papua Nugini karena menangkap ikan secara ilegal di perairan di negara tersebut dipulangkan ke Kabupaten Merauke, Papua Selatan setelah mereka selesai menjalani masa hukuman di sana.
Sebelas nelayan itu di Bandara Mopah Merauke, Jumat (2/6/2023). Mereka adalah Laode Darsan, Riki Hemi Setiawan, Farid Sasole, Peli Puswarkor, Joni, dan Ceno Jelafui (ABK KM Arsyila 77).
Selanjutnya Joni, Amin Nurul Mustofa, Nuriadi, Beni Wasel dan Fernando Tuwok (ABK KM Baraka Paris 21). Sedangkan dua nakhoda yakni Sarif Casiman dan Rohman masih menjalani hukuman penjara di Papua Nugini.
Pemulangan atau repatriasi 11 nelayan ini dilakukan pada 31 Mei 2023 melalui rute Port Moresby – Vanimo. Selanjutnya pada 1 Juni, diseberangkan melalui PLBN Skouw – Wutung, dan pada 2 Juni melanjutkan perjalanan dari Jayapura ke Merauke.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Merauke, Rekianus Samkakai dalam acara penerimaan 11 nelayan di kantor sementara Gubernur Papua Selatan, siang tadi, menyatakan 11 nelayan Merauke dijatuhi hukuman penjara delapan bulan oleh otoritas Papua Nugini karena tindakan illegal fishing di perairan negara tersebut. Sedangkan dua nahkoda kapal dipenjara selama satu tahun. Setelah menjalani masa hukuman, 11 nelayan dipulangkan ke Indonesia.
“Saya atas nama Pemkab Merauke mengucapkan terima kasih kepada penjabat Gubernur Papua Selatan dan jajarannya atas dukungan dana yang diberikan kepada kami sebagai tim teknis Badan Pengelola Perbatasan melakukan koordinasi dan pengurusan pemulangan 11 nelayan ini,” kata Samkakai.
Samkakai menjelaskan bahwa sebenarnya secara regulasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak menganggarkan anggaran untuk mengurus para nelayan dan atau warga negara Indonesia yang melakukan pelanggaran hukum di negara lain. Pemulangan 11 nelayan Merauke itu atas kebijakan penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo dan Bupati Merauke Romanus Mbaraka.
“Itu (kepengurusan WNI yang melakukan pelanggaran hukum termasuk repatriasi) tidak ada anggarannya baik di APBN maupun di APBD. Pemulangan 11 nelayan ini adalah kebijakan kemanusiaan dari pj gubernur dan bupati,” kata dia.
“Proses pemulangan 11 nelayan ini dibantu oleh Pemprov Papua Selatan melalui kasih dari Pj Gubernur dan Sekda. Dan kami di kabupaten dibantu oleh Pak Bupati. Karena sebenarnya tidak ada anggaran yang masuk dalam APBD atau DPA Badan Pengelola Perbatasan,” sambung Samkakai.
Pada kesempatan itu, Samkakai meminta agar perhimpunan nelayan turut memperingatkan dan memberikan edukasi kepada para nelayan agar tidak melanggar batas teritorial perairan. Reki juga menegaskan agar 11 nelayan itu juga tidak mengulangi lagi perbuatan mereka.
“Kapal-kapal yang digunakan nelayan kita adalah kapal yang sudah modern, dilengkapi dengan GPS dan sebagainya. Sudah tentu tahu batas-batas perairan, karenanya jangan lagi melanggar. Laut Merauke ini cukup luas dan hasilnya juga ada, tinggal para nelayan mematuhi aturan-aturan hukum yang ada,” imbuh dia.
Sementara itu Kepala Biro Pemerintahan, Otonomi Khusus dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Papua Selatan, Eko Wador juga mengingatkan para nelayan bahwa ruang laut Papua Selatan sangat luas. Selain itu potensi sumber daya perikanan di perairan Arafura juga sangat melimpah.
“Kami ingatkan nelayan bahwa ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Ada batas ruang laut di setiap negara. Kalau nelayan melewati ruang laut, maka itu menjadi pelanggaran dan hukum yang diberlakukan adalah hukum negara tetangga,” kata Wador.
Wador pun menyampaikan pesan Penjabat Gubernur Apolo Safanpo agat seluruh nelayan di selatan Papua taat terhadap aturan hukum di Indonesia maupun hukum yang diterapkan oleh negara lain.
“Kalau melanggar batas maka akan menjadi masalah untuk negara ini maupun negara tetangga. Kami berupaya memulangkan 11 nelayan supaya bisa bersatu kembali dengan keluarga yang ada di sini,” ujarnya.
“Pesan Pak Gubernur ini yang terakhir kali, kami tidak ingin 11 nelayan yang pulang ini besok-besok kembali melakukan hal yang sama dan ditahan di sana. Kita punya laut ini besar, luas dengan segala potensi yang ada di dalam sana,” tuturnya.
Wador menambahkan bahwa Pemprov Papua Selatan akan tetap berkoordinasi dengan Pemkab Merauke dalam rangka melakukan pembinaan dan edukasi kepada para nelayan, sehingga tidak melakukan pelanggaran hukum.
“Ke depan akan ada kebijakan Pemprov Papua Selatan dengan menerbitkan regulasi daerah. Akan ada denda dan sanksi yang dikenakan, supaya nelayan tidak sampai melanggar batas perairan lagi,” tutupnya.
Untuk diketahui, KMN Arsyila 77 dan KMN Baraka Paris 21 beserta 13 nelayan Merauke ditangkap oleh tentara Papua Nugini pada 22 Agustus 2023 karena menangkap ikan di perairan negara tersebut. Satu kapal lain saat itu yakni Calvin 02 dilepaskan oleh tentara Papua Nugini setelah diketahui sang nakhoda atas nama Sugeng tewas tertembak. (*)