Merauke, Jubi – Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, Papua menyatakan pada tahun 2019-2021 lalu persentase kasus stunting di kabupaten tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Puncaknya pada 2021, yakni sebesar 21,4 persen.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis atau kekurangan gizi yang cukup lama, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kepala Seksi Kesehatan dan Gizi Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, Papua, Winarti, mengatakan pada 2019-2020, angka stunting di Merauke sebesar 9,90 persen. Di tahun 2021 persentasenya naik menjadi 21,4 persen.
“Dengan menggunakan rumus tertentu, kami dapat angka stunting 21,4 persen di Merauke tahun 2021. Ada peningkatan dibanding sebelumnya yang hanya 9,90 persen,” kata Winarti kepada Jubi di Merauke, Papua, Jumat (15/7/2022).
Winarti mengungkapkan bahwa sesuai data prevalensi Kabupaten Merauke dari tahun 2019 atau dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan kasus stunting di kabupaten tersebut. Setelah dicermati peningkatan kasus terjadi karena kurang maksimalnya pelayanan selama masa pandemi Covid-19
“Setelah kita cermati mungkin saja pengukurannya yang belum maksimal. Kita tahu bersama dua tahun terakhir berbagai aktivitas dibatasi karena pandemi. Otomatis posyandu-posyandu tidak maksimal berjalan, sehingga untuk pengukuran tinggi badan balita tidak maksimal dilakukan. Setelah pandemi berangsur pulih, baru kita bisa menggunakan data laporan lapangan,” ujarnya.
Winarti juga mengatakan, Kabupaten Merauke agak lambat dalam aksi penurunan stunting dalam dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19. Aksi pencegahan stunting baru dimulai lagi di 2022 setelah pemerintah menerapkan skema new normal.
“Untuk data 2019-2020 kami masih menggunakan data profil dinas. Baru di 2021 kami gunakan data laporan lapangan pengukuran tinggi badan anak melalui aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM),” ujarnya.
Ia mengharapkan petugas lapangan lebih intens menginput data sesuai fakta sehingga data yang dihasilkan benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebab, sambung Winarti, sebelumnya sempat terjadi perbedaan data antara petugas Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) dan e-PPGM terkait angka stunting di Merauke. Persentase angka stunting menurut SSGI sebesar 28,3 persen, sedangkan oleh e-PPGM 17,4 persen.
“Locus (tempat atau lokasi) SSGI di 11 kampung, sedangkan e-PPGM di 179 kampung dengan 60 persen sasaran. Dengan demikian kami berpatokan pada data e-PPGM,” tuturnya.
Winarti menambahkan, untuk aksi pencegahan stunting tahun 2023, Dinas Kesehatan Merauke telah melakukan analisis situasi dan pemetaan program dengan lokus pada 20 kampung di daerah tersebut.
“Dengan adanya rencana aksi di 2023, kami harap semua lintas sektor yabg ada bisa bekerja sama untuk sama-sama menurunkan angka stunting,” tutupnya. (*)
Discussion about this post