Wamena, Jubi – Pemerintah Provinsi atau Pemprov Papua Pegunungan dan tokoh masyarakat serta warga, melaksanakan inisiasi adat lepas panah di Distrik Assolokobal, Jayawijaya, Papua Pegunungan, pada Senin (8/7/2024) siang. Hal ini sebagai tanda perdamaian untuk mengakhiri konflik antarwarga Distrik Assolokobal dan Wouma, yang terjadi pada 12—14 Juni 2024 lalu.
Pj Gubernur Papua Pegunungan diwakili Asisten III Setda Papua Pegunungan Petrus Mahuse bersama tokoh masyarakat Assolokobal, melakukan lepas panah disaksikan warga. Petrus Mahuse mengimbau dengan dilakukannya lepas panah ini, maka konflik yang terjadi harus dilupakan dan saatnya menuju hidup aman, damai, dan rukun antarsesama warga yang ada di wilayah Papua Pegunungan.
“Kita melepas panah secara budaya melalui upacara inisiasi adat ini artinya semua perasaan serta beban pikiran apa pun kita tinggalkan di tanah semuanya, agar kita bisa hidup damai untuk ke depannya,” katanya.
Ia mengapresiasi dan berterima kasih kepada para tokoh adat serta berbagai pihak khususnya masyarakat Assolokobal, yang telah menyatakan ingin berdamai sehingga aktivitas masyarakat bisa kembali normal seperti semula.
“Kita hadir sama-sama di sini karena Tuhan Yesus, kita percaya itu. Kita berharap setelah ini selesai, kita pu [punya] anak-anak bisa kembali ke sekolah dan kita pu bapa, ibu, dan kaka semua [aktivitasnya] bisa berjalan seperti biasa lagi,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mengajak masyarakat Assolokobal untuk bersama-sama memerangi minuman beralkohol (minol). Sebab minol juga kerap menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat.
“Para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda mari kita perangi miras ini, karena barang ini merusak generasi kita, merusak generasi anak-anak kita,” katanya.
Sementara itu, perwakilan tokoh masyarakat Assolokobal Markus Lokobal menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang telah terlibat dalam upacara inisiasi adat perdamaian ini.
“Hari ini kita secara bersama telah menyaksikan lepas tali panah dan kita melakukan perdamaian, sebagai bukti bahwa kita tidak ingin lagi ada konflik antarwarga, tapi ingin hidup damai. Semua ini kita letakkan di atas tanah ini, lalu menuju perdamaian,” katanya.
Menurutnya, pada acara adat ini semuanya duduk bersila di tanah, karena tujuannya agar semua masalah bisa diletakkan di tanah. “Perdamaian ini penting, itu tujuan kami duduk di tanah,” katanya, saat menjelaskan kenapa pada acara adat ini mereka tidak menyiapkan kursi dan meja untuk tamu undangan.
Masyarakat Assolokobal juga menyampaikan sejumlah pernyataan sikap, yang intinya mereka tidak ingin ada lagi konflik antarwarga. Pihaknya juga mengajak semua pihak terutama pemuda setempat, untuk berhenti mengonsumsi minol.
“Karena kita tahu bahwa dengan konsumsi miras akan banyak mendatangkan masalah, bahkan terjadi korban jiwa dan konflik antarwarga, jadi [konsumsi] miras harus dihentikan,” katanya.
Sebelumnya, pada Sabtu (6/7//2024) acara adat serupa juga dilakukan oleh masyarakat di wilayah Distrik Wouma. (*)