Sentani, Jubi – Proses pekerjaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) rumah korban terdampak bencana banjir bandang dan meluapnya air Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, dikerjakan sejak September 2021 lalu dan telah memasuki batas akhir pelaksanaan pada akhir April 2022.
Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menegaskan perusahaan yang tidak menyelesaikan pekerjaannya hingga saat ini, akan masuk dalam daftar hitam (black list).
Menurutnya, waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tidak bisa ditambah atau diperpanjang lagi. Karena pekerjaan RR ini, sudah diperpanjang sebelumnya.
“Dalam proses awal, pengusaha yang datang demo, dan berteriak kalau mereka [pengusaha] bisa dan mampu menyelesaikan pekerjaan RR ini, nyatanya tidak diselesaikan dengan baik,” ujar Bupati Mathius, di Kantor Distrik Nimboran, Selasa (26/4/2022).
Dari 275 miliar rupiah anggaran, kata Mathius, sebanyak 60 miliar dikhususkan untuk pembangunan 2.017 rumah yang tersebar di tiga segmen di Kabupaten Jayapura. Kendala yang dihadapi selama ini, ada pada modal dasar para pengusaha itu sendiri, termasuk belum mampu mengatur cara kerja yang profesional.
Dampaknya, banyak pekerjaan yang ditinggalkan dan tidak selesai. Selain itu, penerima manfaat mengeluhkan kinerja para pengusaha.
“Penerima manfaat sampai ribut-ribut, memang hak mereka yang harus dipenuhi, dan mereka menjadi perhatian kita semua dalam bencana dan luapan air danau. Sebenarnya penerima manfaat sendiri bisa mengerjakan dengan total dana yang diberikan, hanya saja ini sistem yang sudah diatur sehingga diberikan kepada pihak ketiga. Tetapi kondisinya kita lihat sendiri, ini kesempatan yang tidak mungkin akan datang kedua kali lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Forum Peduli Kemanusiaan (FPK) Kabupaten Jayapura, Jhon Maurids Suebu melaporkan dari hasil pengawasan FPK atas proses pekerjaan RR di sepanjang pesisir Danau Sentani, sejak periode Oktober 2021 hingga saat ini, masih banyak pekerjaan rumah yang tidak diselesaikan.
“Dari belasan hingga puluhan rumah yang dikerjakan pada satu kampung, dapat dihitung pekerjaan yang sesuai dengan perencanaan dan pembiayaan yang ditetapkan, selebihnya di luar dari perencanaan dan ada [perusahaan] yang meninggalkan pekerjaannya,” ujar Suebu.
Kekecewaan masyarakat atas pekerjaan rumah, kata Jhon, lebih pada penyediaan bahan baku serta rencana kerja. Pengusahanya tidak konsisten terhadap apa yang tertera dalam dokumen perencanaan rehab rumah, sesuai dengan yang telah disepakati.
“Ada form indikator kerja yang kami bagikan kepada masyarakat penerima manfaat, untuk diisi sebagai bukti dan laporan kepada pemerintah terhadap apa yang dikerjakan oleh para pengusaha, dan apa yang diharapkan oleh penerima manfaat. Hal ini menjadi bukti bahwa apa yang diperjuangkan selama ini terhadap kepentingan masyarakat tidak main-main,” katanya. (*)
Discussion about this post