Sentani, Jubi – Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak), Samiyanan Sambodo, mengatakan produksi kakao dari petani di Kabupaten Jayapura dalam bentuk biji basah maupun kering, sering dijual kepada tengkulak secara diam-diam.
Hal itu, kata Sambodo, berdampak pada data dan jumlah produksi kakao di daerah menjadi tidak merata, bahkan grafiknya menurun.
“Para petani memang diberi kebebebasan untuk menjual kepada siapa saja, tetapi data penjualannya yang tidak dilaporkan secara berkala. Termasuk harga pasaran biji basah maupun kering yang tidak diketahui secara pasti,” ujarnya, di Sentani, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Rabu (18/5/2022).
Menurutnya, salah satu permasalahan yang menyebabkan kakao tidak berkembang di daerah, karena kurangnya koordinasi dan integrasi dari masing-masing pihak. Semua bergerak sendiri-sendiri sehingga pendampingan petani tidak terlaksana dengan baik.
Ada Satuan Tugas (Satgas) Kakao yang dibentuk melalui SK Bupati, yang dimaksudkan untuk sinergitas dan integrasi penanganan industri kakao dari hulu hingga hilir, guna mengembalikan kejayaan kakao di Kabupaten Jayapura.
“Ketua satgasnya adalah asisten dua sekda, dan wakilnya adalah kepala Bappeda, sementara anggota tim teknis terdiri dari organisasi perangkat daerah bidang ekonomi, mitra kerja, NGO, konsultan dan pakar termasuk tenaga ahli dari Jember,” katanya.
Dikatakan Sambodo, Satgas Kakao ini merupakan suatu gerakan untuk percepatan, penguatan, dan mengintegrasikan semua program dan kegiatan termasuk anggaran yang berhubungan dengan industri kakao dari hulu sampai hilir, sehingga pembiayaan dari masing-masing pihak terkait dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
“Di dalam satgas terdapat juga tim pendamping dan tim pengendali OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang terdiri dari penyuluh, doktor kakao, kader kakao dari kampung dan staf dinas. Yang semuanya dibiayai oleh Disbunak.”
Tugas-tugas yang dilakukan tim pendamping dan pengendali OPT adalah mendampingi petani dalam mengelola kakaonya, tim akan berkunjung ke petani secara periodik, dan karena pembiayaan masih terbatas, untuk sementara hanya beberapa kampung yang bisa diakomodir.
“Keluarnya produksi kakao tanpa diketahui ini sudah berlangsung lama, dan tentunya di sanalah peran satgas diharapkan. Sehingga data dan grafik produksi kakao serta pemberdayaan ekonomi petani bisa terlihat dengan jelas,” ucapnya.
Terkait penyediaan bahan baku, kata dia, kakao kering untuk kebutuhan pabrik cokelat di Kampung Yahim, saat ini sedang dikonsolidasikan ke berbagai pihak seperti petani, pengepul, dan mitra-mitra lainnya.
“Karena operasional pabrik cokelat Yahim diperkirakan akan siap pada November mendatang, sehingga masih ada waktu bagi petani untuk mempersiapkan tanaman kakaonya,” jelas Sambodo.
Sementara itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengatakan pengembangan kakao di daerah ini harus bersinergi dengan semua pihak. Tidak hanya pemerintah daerah saja, ada lembaga-lembaga dan pihak swasta yang bekerja untuk pembinaan serta pengembangan ekonomi masyarakat.
“Kerja sama dan kolaborasi program kerja harus jelas, program, kegiatan serta pembiayaannya. Potensi yang kita miliki saat ini, lahan, bibit dan petani adalah modal utama. Jangan kaku juga untuk pengelolaannya,” ujar Bupati Awoitauw. (*)
Discussion about this post