Sentani, Jubi – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengatakan kampung adat adalah lembaga yang paling orisinil atau asli dalam menjalankan sistem pemerintahannya.
Hal itu menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura, dengan mendorong dari berbagai aspek, agar kampung adat dapat diberlakukan di seluruh Indonesia.
Menurutnya, kampung adat memiliki sistem kelembagaan, struktur, dan tata kerja atau pembagian tugas kerja, serta wilayah pemerintahan. Hampir mirip dengan sistem pemerintahan daerah, tetapi sistem yang digunakan pemerintah di zaman modern, belum tentu asli buatan Indonesia, sedangkan sistem pemerintahan kampung adat tidak bisa diragukan lagi keasliannya.
“Kampung adat begitu lengkap dengan semua yang diperlukan, sangat lengkap. Bahkan negara memberikan jaminan penuh dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Ini luar biasa dan harus dikembangkan terus,” ujar Bupati Awoitauw di Sentani, Senin (11/4/2022).
Dikatakan, penetapan atau pembentukan kampung adat di Kabupaten Jayapura, bukan semata-mata kemauan pemerintahan daerah, tetapi sangat jelas perintah undang-undang bahwa pimpinan daerah berkewajiban membentuk sebuah tim, yang akan bekerja menverifikasi kampung adat berdasarkan persyaratan yang ditetapkan.
Untuk memastikan persyaratan sesuai perintah undang-undang, maka sudah ada Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) yang sedang melaksanakan tugas dan kerjanya, dalam pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura.
“Pemerintahan di kampung tetap berjalan sesuai keasliannya, jangan tambah-tambah lagi, masyarakat adat tidak boleh bingung dan terkotak-kotak pendapatnya,” jelasnya.
Bupati menjelaskan bahwa pemerintah daerah dalam proses dukungan terhadap kehadiran kampung adat, maka dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ada bagian khusus yang menangani kampung adat. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) memiliki satu bidang khusus yang menangani kampung adat.
“Kepala kampung adat hanya satu saja [Ondofolo], tidak bisa ada kepala kampung yang lain lagi. Sudah otomatis, kepala PKK adalah istri dari kepala kampung adat atau Ondofolo di kampung itu. Jangan tambah lagi atau dikasih kurang. Semuanya harus asli, Ondofolo ditopang dengan lima kepala suku dari setiap keret atau mata rumah. Tugas kerjanya masing-masing.”
Sementara itu, Boaz Enok, salah satu tokoh masyarakat adat di Sentani yang juga sebagai Ondofolo Kampung Sosiri, Distrik Waibhu, menjelaskan bahwa pihaknya sangat setuju dengan adanya pemerintahan kampung adat. Hanya saja dalam realisasinya belum berjalan secara baik di setiap kampung. Masyarakat masih menggunakan kampung dinas. Dualisme ini yang harus cepat diselesaikan oleh pemerintah daerah.
“Karena diatur dalam undang-undang, maka proses anggarannya juga harus dijelaskan kepada masyarakat adat. Karena nomenklatur di perbankan tidak ada proses pencairan anggaran oleh kampung adat,” ucapnya. (*)
Discussion about this post