Sentani, Jubi – Sejumlah pedagang di Pasar Lama Sentani di Kabupaten Jayapura mengaku sangat membutuhkan tempat berjualan yang layak.
Keberadaan Pasar Lama Sentani, setelah terjadi peristiwa kebakaran yang terjadi kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, kondisinya berjalan secara alami. Lokasi pasar perlahan mulai jadi tempat permukiman, dan sebagian dari lokasi tersebut masih digunakan sebagai tempat berjualan barang secara darurat. Sebagian besar pedagang yang berjualan di Pasar Lama dipindahkan ke Pasar Pharaa Sentani.
Dari pasar darurat tersebut, hingga saat ini lokasi Pasar Lama masih ditempati para pedagang untuk berjualan. Walau demikian, kondisinya sudah tidak layak.
Salah satu pedagang ikan tawar, Denis Ohodo, mengatakan jika turun hujan maka tempat berjualan akan terendam genangan air yang keluar dari drainase di pinggir jalan raya.
“Kita berjualan di atas drainase yang ditutup atau dialas dengan papan bekas. Tepat di pinggir aspal jalan raya,” ujar Denis di Pasar Lama Sentani, Senin (27/2/2023).
Menurutnya, tempat berjualan di Pasar Lama memang tidak layak sama skali, hanya saja jarak Pasar Lama lebih dekat dengan Dermaga Yahim dibandingkan Pasar Baru. Selain itu, Pasar Baru dibuka setiap hari hanya sampai sore, sementara Pasar Lama bisa sampai malam.
“Jika pemerintah daerah berencana ingin menata ulang Pasar Lama, kami sangat berterima kasih atas perhatian pemerintah terhadap kami pedagang,” jelasnya.
Dikatakan, jika pemerintah daerah berkenan menata pasar, diharapkan bisa dibangun satu pasar khusus ikan tawar. Sehingga semua pelanggan yang ingin membeli ikan tawar, khususnya dari ikan Danau Sentani, bisa membelinya di pasar tersebut.
“Kondisi saat ini, untuk ke Pasar Baru sangat jauh. Jual beli ikan tawar juga tidak normal, ada tengkulak yang mencari keuntungan di sana,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan salah satu pedagang sayur-mayur, Selviana Enumbi, yang sudah lama berjualan di Pasar Lama Sentani.
“Kami tinggal di daerah Komba, lahan di dekat rumah kami tanami berbagai jenis sayur-mayur yang saat ini menjadi usaha di Pasar Lama. Kalau ke Pasar Baru terlalu jauh dan tempat atau los di sana harus beli dengan harga yang cukup mahal. Biar di Pasar Lama saja, dekat dan bisa berjualan dari pagi hingga siang, lalu sore hingga malam,” katanya.
Salah satu pemilik warung coto Makassar, H Bahar mengatakan, warung miliknya ini sudah berdiri belasan tahun semenjak Pasar Lama belum mengalami kebakaran.
Bahar mengaku, setelah Pasar Lama terbakar, pada awal-awal 2000-an semua pedagang dipindahkan ke Pasar Baru. Sebagian kecil saja yang tetap berjualan di Pasar Lama.
“Warung dan kios serta ruko dan tempat jual bahan natural di sini (Pasar Lama) dibangun swadaya. Belum ada perhatian pemerintah daerah terhadap para pedagang di sini, entah itu karena fokus pemerintah hanya di Pasar Baru saja karena itu pasar pemerintah daerah. Tetapi ada penarikan karcis retribusi yang diberlakukan setiap hari di Pasar Lama,” jelasnya. (*)