Sentani, Jubi – Pembangunan kawasan terbuka hijau di jalur masuk Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, dinilai banyak menimbulkan masalah.
Rencana program kerja pemerintah daerah bersama pihak terkait sejak 2019 lalu ini, hingga saat ini belum direalisasikan padahal sebagian fasilitas umum seperti Puskesmas Sentani sudah berpindah tempat, termasuk SD Negeri Yabaso di kawasan bandara, sedangkan SMP N 1 Sentani sudah memiliki bangunan baru tetapi belum ditempati, karena bermasalah soal lahan dengan pemilik hak ulayat.
Salah satu tokoh masyarakat di Kabupaten Jayapura, Korneles Yanuaring mengatakan proyek pembangunan jalur hijau di Bandara Sentani tidak bisa dikerjakan, apabila hanya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jayapura, sebab harus ditopang dengan APBN dan keterlibatan pihak swasta.
Yanuaring mengatakan, kronologis SMP Negeri 1 Sentani dan SD Negeri Yabaso ditutup, sebagai akibat dari kebijakan pemerintah daerah terkait kawasan hijau Bandara Sentani.
“Puskesmas Sentani juga dipindahkan ke Kemiri, aset bangunan dan tanah di sekitar bandara sampai sekarang bermasalah karena belum ada perda penghapusan aset. SMP Negeri 1 Sentani dipindahkan ke belakang Masjid Agung Sentani, tanahnya bermasalah, bangunan tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, guru dan murid [juga] pinjam gedung sekolah,” ujar Yanuaring melalui pesan singkatnya kepada Jubi, Jumat (2/9/2022).
Dikatakan, kebijakan terkait kawasan hijau di jalur masuk Bandara Sentani gagal total, hingga hari ini menimbulkan sejumlah masalah dengan kerugian uang negara puluhan miliar rupiah. Sementara masa jabatan Bupati Jayapura akan berakhir pada 12 Desember 2022.
“DPRD Kabupaten Jayapura gagal melaksanakan fungsi pengawasan. Pemda gagal melakukan perencanaan yang terukur tentang kawasan hijau bandara dan pemindahan aset pemerintah. Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pemerintah yang menimbulkan masalah terhadap masyarakat,” jelas Yanuaring yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jayapura periode 2014-2019.
Sementara itu, Maurids Felle, salah satu tokoh masyarakat adat di Sentani mengatakan Papua sebagai daerah Otonomi Khusus, maka masalah pendidikan yang harus diperioritaskan, namun pemda sepertinya tidak serius dalam proses penyelesaiannya, sehingga Presiden Indonesia sendiri yang langsung menangani, di mana untuk lahan SMP N 1 Sentani akan segera diselesaikan dengan pemilik hak ulayat.
“Buat perencanaan untuk fasilitas publik, tidak hanya pemerintah saja, harusnya melibatkan banyak pihak. Sehingga, pemerintah juga dapat masukan, jika lahan yang merupakan hak ulayat belum selesai, dapat dikoordinasikan langsung dengan pemilik hak ulayat. Buat kebijakan sendiri, sekarang ada banyak masalah lalu mau ditinggalkan begitu saja,” katanya. (*)