Sentani, Jubi – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, mengatakan kampung adat di Kabupaten Jayapura telah memiliki kekuatan hukum yang pasti dan kuat.
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Desa, Perda Kampung Adat, Perda Masyarakat Hukum Adat, dan tentunya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) menjadi payung hukum keberadaan kampung adat.
Hadirnya SK 14 kampung yang mendapat kodefikasi kampung adat sangat membantu dan menolong masyarakat adat di kampung dalam melakukan segala hal terhadap seluruh potensi sumber daya alam yang dimiliki.
“Bicara kampung adat, harus punya dasar yang kuat dan pasti. Potensi sumber daya alam dan hak ulayat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat adat itu sendiri,” ujar Bupati Awoitauw dalam dialog di RRI Jayapura, Selasa (23/8/2022).
Bupati Awoitauw juga menjelaskan bahwa pihaknya sebagai pemerintah daerah bersama Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) telah melakukan pemetaan wilayah adat, dengan tujuan agar masyarakat adat dapat mengelola potensi sumber daya alamnya sesuai dengan batas wilayah adat masing-masing.
Pemetaan wilayah adat juga penting agar tidak ada oknum-oknum dari luar kampung yang datang untuk memanfaatkan wilayah adat tersebut dengan mengelola hasil sumber daya alam untuk kepentingan oknum-oknum tersebut.
“Jauh sebelum pemerintah hadir, masyarakat adat sudah ada dan tinggal berdasarkan struktur dan pemerintahaannya masing-masing. Seperti di Sentani, ada ondofolo dan dibantu dengan khose-khose sebanyak lima orang,” katanya.
Dalam dialog pagi di RRI Jayapura, Bupati Jayapura didampingi Koordinator Dewan Adat Suku (DAS) Kabupaten Jayapura, Daniel Toto, yang juga ikut memberikan penjelasan terhadap upaya dan kerja keras Pemerintah Kabupaten Jayapura sehingga negara dapat mengakui adanya 14 kampung adat di Kabupaten Jayapura.
“Sudah ada 14 kampung yang mendapat nomor registrasi kampung adat. Sementara akan diusulkan lagi 34 kampung, dan tersisa 50-an kampung. Jika 139 kampung telah mendapat nomor registrasi maka Kabupaten Jayapura [sepenuhnya] berbasis kampung adat,” katanya.
Salah seorang pendengar yang mengikuti dialog tersebut, Niko Ramandey, di Dok V Kota Jayapura, mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Jayapura yang telah berhasil mendapatkan 14 kodefikasi kampung adat.
Kata Niko, kampung-Kampung yang dijadikan kampung adat harus diikat dengan regulasi yang tetap dan kuat, sehingga proses perubahan status kampung ketika ada perubahan dan pertambahan kampung tinggal mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan lebih awal.
“Kondisi masyarakat di kampung juga harus dipastikan, karena masih ada pro dan kontra. Padahal kampung adat dengan sejumlah regulasi dan proteksi yang dibuat ini hanya untuk menjaga jati diri orang asli Papua dari lajunya perkembangan pembangunan, menjaga keberadaan masyarakat adat dengan kepemilikan hak ulayat, tetapi juga menjaga kehidupan masyarakat adat agar tidak tergilas dengan aturan serta regulasi dalam proses pembangunan yang dilakukan saat ini,” ucapnya. (*)