Enarotali, Jubi – Bertepatan dengan 63 tahun proklamasi kemerdekaan bangsa Papua Barat, yang diperingati pada Jumat, (1/12/2023), West Papua Army (WPA) atau Tentara Papua Barat yang terdiri dari tiga komando di antaranya TPNPB, TNPB dan TRWP menyerukan sembilan tuntutan tegas kepada Pemerintah Indonesia.
Panglima WPA, Daminus Magai Yogi menegaskan, pihaknya selaku rakyat Papua Barat tidak akan pernah menerima kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menduduki Tanah Papua Barat.
“Proses memadukan wilayah kami di Papua Barat kedalam penguasa NKRI mulai tahun 1964 hingga tahun 1969 atas kerjasama Indonesia, Amerika Serikat, Belanda dan PBB adalah suatu rekayasa yang penuh dengan pelanggaran terhadap standar-standar dan prinsip hukum internasional. Kami selaku pemilik wilayah Papua Barat tidak pernah dilibatkan dalam pertemuan dan perjanjian-perjanjian internasional yang membicarakan status politik wilayah kami Papua Barat,” kata Damianus Magai Yogi ketika menggelar upacara bendera Bintang Kejora pada peringatan 63 tahun proklamasi kemerdekaan bangsa Papua Barat di markas WPA.
Pada momen peringatan ini juga dihadiri ribuan pasukan dari Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak dan Puncak Jaya.
Perjanjian sepihak yang dibuat dalam “New York Agreement”, ditegaskan Yogi, tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Indonesia dan Belanda saat Pepera tahun 1969 di mana rakyat Papua Barat tidak pernah diberikan hak politik untuk memilih berdasarkan prinsip “one man one vote” dalam pelaksanaan Pepera yang dilakukan oleh 1025 perwakilan yang ditunjuk oleh Indonesia untuk memilih mewakili rakyat bangsa Papua Barat.
“Ini adalah suatu pelanggaran terhadap hak politik kami bangsa Papua Barat,” ucapnya tegas.
Selain itu, anak kandung Thadius Magai Yogi ini bilang, Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui operasi-operasi militernya telah membunuh sebagian besar rakyat pribumi Papua Barat sejak tahun 1963.
“Sudah terbukti dan tercatat bahwa Negara Republik Indonesia telah mengejar, mengintimidasi, meneror, memenjarakan dan membunuh ribuan orang asli Papua Barat yang berjuang demi hak dan kedaulatan bangsa Papua Barat,” katanya sembari menyebutkan salah satu bukti kasus Paniai berdarah pada Desember 2014 silam.
Ia juga bahkan mengutuk siapapun yang mendukung Otsus dan segala kebijakan negara Republik Indonesia di Tanah Papua Barat.
“Saya mau bilang bahwa mereka adalah bagian dari penjajah yang sedang berkompromi bersama Indonesia untuk meniadakan hak politik kami rakyat Papua Barat, karena masalah utama kami rakyat Papua Barat adalah hak penentuan nasib sendiri yang telah diinjak-injak dan dihilangkan melalui pelaksanaan Pepera tahun 1969,” kata dia.
“Maka kami tidak mengakui keberadaan pemerintah Republik Indonesia serta seluruh lembaga-lembaga negara Indonesia yang ada di atas tanah air Papua Barat,” sambungnya.
Pada momentum itu, mewakili rakyat Papua Barat dan tiga komando militer, ia menegaskan pihaknya sangat mendukung hasil KTT II ULMWP yang dilakukan di Vanuatu yang langsung disaksikan oleh pemerintah Vanuatu.
“Kami meminta dan mengizinkan Dewan Ham PBB berkunjung di Papua Barat. Rakyat bangsa Papua Barat dan Tentara Papua Barat bersama tiga komando militer di antaranya TPN-PB, TNPB dan TRWP merupakan organisasi Papua Merdeka dan Divisi II Makodam Pemkab IV Paniai meminta agar segera mengakui hak bangsa Papua Barat 1 Desember 1961,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!