Sentani, Jubi – Sejumlah hotel di Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua mengalami penurunan okupansi kamar, bahkan pekerja hariannya dirumahkan.
Grand Tahara Sentani Hotel Leader, Nursyafika mengatakan, okupansi kamar menurun drastis sejak awal tahun ini.
Menurutnya, penurunan okupansi tersebut merupakan dampak dari penerapan kebijakan efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto. Tamu-tamu yang menginap kebanyakan hanya tamu transit dari bandara, sedangkan tamu yang menginap beberapa hari berkurang.
“Kebanyakan kan pejabat-pejabat dari wilayah (Provinsi Papua) Pegunungan bermalam di sini, tapi adanya efisiensi anggaran seperti perjalanan dinas yang menggunakan fasilitas hotel, jadi berdampak,” kata Nursyafika kepada Jubi di lobi hotel Grand Tahara Sentani Hotel, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (17/3/2025).
Dia mengatakan, biasanya kamar hotel yang terisi tersebut berada rara-rata 40 persen dari total 87 kamar. Namun, pada tahun ini di bawah 30 persen.
“Pernah satu hari kamar yang terisi hanya delapan kamar dari 87 kamar,” ujarnya.
Hal itu, katanya, berdampak terhadap operasional hotel. Untuk mengurangi biaya operasional sehari-sehari, pihaknya meliburkan tenaga kerja harian.
“Sementara waktu, pekerja harian diliburkan bergantung okupansi hotel,” kata Ify, sapaan akrabnya.
Selain pengurangan tenaga kerja, pihaknya juga menghemat listrik, dengan pemadaman lampu dan mengurangi penggunaan lift.
“Harga kamar juga kami turunkan dengan harga termurah sebesar Rp320.000 belum termasuk makan,” katanya.
Manager Marketing Grand Allison Sentani Hotel, Franda menuturkan hal serupa.
Franda mengaku bahwa pihaknya mengalami penurunan okupansi. Kini okupansinya hanya 10 persen.
“Sepinya okupansi hotel biasanya kisaran 20 persen, tapi tahun ini hanya 10 persen yang terjual dari 143 kamar. Sudah hampir tiga bulan juga tidak ada kegiatan. Biasanya sedikitnya masih ada satu atau dua kegiatan, tapi ini kosong,” ujar Franda.
Franda mengatakan, penurunan okupansi juga mengakibatkan keterlambatan pembayaran gaji bagi karyawan. Sebagian karyawan harian bahkan dirumahkan, sedangkan karyawan operasional tetap bekerja dengan jam kerja lebih banyak.
Hal itu dilakukan karena biaya operasional yang tinggi, seperti listrik, tetapi tidak ada pemasukan.
“Pembayaran gaji jadi terlambat, jam kerja dipotong yang biasanya seminggu libur sehari, sekarang libur dua hingga tiga hari dalam seminggu. Kemudian, jam kerja diperpanjang dari biasanya satu orang bekerja selama 8 jam, sekarang menjadi 12 jam kerja, karena hanya dua shift dalam sehari,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!