Jakarta, Jubi- Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank, Faisal Rachman, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2025 akan mencapai kisaran 5,1 persen.
Pertumbuhan ini didorong oleh hilangnya dampak El Nino serta pergeseran jadwal bulan Ramadan.
“Untuk sepanjang tahun 2025, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,1 persen. Pemulihan ekonomi berlanjut, meski diwarnai risiko perang dagang dan tingkat suku bunga yang masih relatif tinggi,” kata Faisal saat dihubungi di Jakarta seperti dikutip Jubi dari Antara, Rabu (8/1/2025).
Faisal menjelaskan bahwa pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga. Ia juga menyebutkan adanya potensi peningkatan permintaan domestik setelah batalnya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk sebagian besar barang dan jasa.
Selain konsumsi, investasi juga disebut sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi, yang didukung oleh selesainya tahun politik dan kebijakan pro-pertumbuhan dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Berdasarkan data tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia tumbuh 5,11 persen secara tahunan (yoy) pada triwulan pertama 2024, kemudian 5,05 persen pada triwulan kedua, dan melambat menjadi 4,95 persen pada triwulan ketiga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 hanya mencapai kisaran 5 persen.
Proyeksi serupa disampaikan Faisal, yang memprediksi pertumbuhan pada triwulan IV 2024 berada di kisaran 5 persen, didukung oleh peningkatan permintaan domestik akibat pola musiman Natal dan Tahun Baru, pelaksanaan Pilkada, serta kenaikan belanja negara menjelang akhir tahun.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan mencapai 5,02 persen,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, risiko resesi bagi Indonesia cukup kecil, mengingat fundamental ekonomi yang kuat. Namun, ia tetap mengingatkan adanya ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi sektor eksternal seperti ekspor-impor, nilai tukar, suku bunga, dan pasar obligasi.
“Menyeimbangkan antara menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan menjadi hal krusial untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen atau lebih,” pungkas Faisal.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!