Jayapura, Jubi – Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Provinsi Papua pada 2023 susut jauh dibandingkan periode sebelumnya. Anjloknya PDRB Provinsi Papua itu merupakan dampak pemekaran Provinsi Papua untuk membentuk tiga provinsi baru—Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Data Badan Pusat Statistik atau BPS Provinsi Papua menunjukkan nilai PDRB Papua 2023 (atas dasar harga konstan 2010) hanya mencapai Rp49.552,73 miliar. Angka itu turun drastis dibandingkan nilai PDRB Papua 2022 (atas dasar harga konstan 2010) yang mencapai Rp172.907,29 miliar.
Nilai PDRB Papua 2023 itu bahkan lebih kecil dibandingkan nilai PDRB Papua 2019 (atas dasar harga konstan 2010) yang mencapai sebesar Rp134.565,89 miliar. Gara-garanya, pemekaran Provinsi Papua.
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu.
Untuk menyusun PDRB, dapat digunakan dua pendekatan yaitu produksi dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (lapangan usaha) dan menurut komponen penggunaannya. Dari sisi lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh lapangan usaha atas berbagai aktivitas produksinya.
Penghitungan PDRB Papua 2022 masih menghitung kontribusi penciptaan output dari kegiatan produksi PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika. Penghitungan itu juga menghitung nilai tambah yang dihasilkan industri perikanan maupun perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Merauke serta Boven Digoel.
Pasca pemekaran Provinsi Papua pada 2022, terbentuklah Provinsi Papua Tengah, dengan Kabupaten Mimika sebagai bagiannya. Pembentukan Provinsi Papua Selatan juga menyertakan Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel sebagai bagian wilayahnya.
Penghitungan PDRB Papua 2023 tidak lagi menghitung penciptaan nilai tambah dari produksi PT Freeport Indonesia maupun berbagai perkebunan kelapa sawit serta sektor perikanan di kawasan selatan Tanah Papua. PDRB Papua 2023 hanya menghitung penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di sembilan kabupaten/kota Provinsi Papua pasca pemekaran— Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, dan Kota Jayapura.
Pemekaran Provinsi Papua juga membuat struktur ekonomi Papua berubah drastis. Hingga tahun 2022, kontribusi terbesar PDRB Papua datang dari sektor primer, yaitu lapangan usaha yang tidak mengolah bahan baku, dan hanya mendayagunakan sumber daya alam. Kontribusi sektor primer kepada PDRB Papua 2022 mencapai 48,9 persen.
Pasca pemekaran Provinsi Papua, tiba-tiba struktur ekonomi Papua bertumpu kepada sektor tersier, alias lapangan usaha yang produksinya dalam bentuk jasa, bukan barang. Kontribusi sektor tersier kepada PDRB Papua 2023 mencapai 61,2 persen.
Ada banyak peluang
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, Adriana Helena Carolina mengatakan PDRB sebuah bukan hanya dilihat dari satu sektor semata, namun gabungan beberapa sektor salah satunya pertanian.
“Setelah pemekaran Provinsi Papua, mungkin di Papua Tengah perekonomiannya tinggi karena ada tambang. Tetapi di Papua juga tumbuh dengan sektor-sektor yang selama ini dikelola,” kata Adriana usai menyampaikan rilis data ekspor-impor Papua di Kantor BPS Papua, Kota Jayapura, Papua, Rabu (19/6/2024).
Provinsi Papua memiliki perkebunan kelapa sawit, berbagai ternak, sektor perikanan, juga penggalian batu, maupun sektor konstruksi.
“Sektor industri di Papua juga lumayan banyak, industri kayu, olahan pangan, UMKM, semua itu mendorong industri. Begitu juga air minum dalam kemasan, dan sektor kehutanan sebagai produksi hutan, ekspor, hingga jasa. Ada nilai jual dan nilai tambah [di berbagai sektor itu],” kata Adriana.
Menurut Adriana, pemekaran Provinsi Papua justru mengajarkan kepada Papua sebagai provinsi induk untuk mandiri, dan tidak melulu mengandalkan kontribusi sektor tambang, khususnya dari PT Freeport Indonesia. Hal itu membuka mata bahwa Papua memang harus mampu mengejar pertumbuhan sektor lain, agar ekonomi di Papua tetap tumbuh.
“Papua Tengah tumbuh dengan PT Freeport Indonesia yang menjulang, tetapi nanti coba [bandingkan] dengan data kemiskinannya di Papua Tengah dan Papua. Pendapatan Freeport itu nilainya saja yang muncul, tetapi hasilnya akan keluar lagi. Di Papua, [manfaat ekonomi dari produksi barang/jasa dari Papua] digunakan di sini juga,” katanya.
BPS Papua menilai Pemerintah Provinsi Papua dapat mendorong sektor lain berkembang, salah satunya dengan membuka pelabuhan ekspor di Kabupaten Biak Numfor.
“[Papua] harus membuka pelabuhan ekspor. Contohnya, di Biak Numfor, ketika datang ke penampungan ikan, ditampung di Biak. Tetapi, ikan itu akan dikirim ke Maluku untuk dibekukan, lalu di ekspor. Padahal kalau [ikan itu] bisa [diekspor dari] Biak Numfor, maka nilainya akan lebih bagus,” katanya.
Ekspor meningkat
Di tengah anjloknya nilai PDRB Papua pasca pemekaran provinsi itu, BPS Papua melihat upaya Pemerintah Provinsi Papua meningkatkan ekspor barang dari Papua. Salah satu upayanya, dengan menggenjot ekspor ke Papua Nugini yang berbatasan langsung dengan Provinsi Papua.
Ekspor Papua pada Mei 2024 mencapai 6,38 juta dolar AS, atau naik 89,12 persen dibandingkan nilai ekspor pada April 2024 (senilai 3,374 juta dolar AS. Nilai impor Papua pada Mei 2024 juga naik menjadi 4,25 juta dolar AS, atau naik 1.048,58 persen dibandingkan April 2024 (senilai 369,91 ribu dolar AS).
Dilihat dari jenisnya, ekspor Papua pada Mei berupa ekspor migas dan nonmigas. Ekspor kayu mendominasi, dengan nilai ekspor 6,09 juta dolar AS.
Empat besar negara tujuan ekspor Papua adalah Australia (senilai 3,88 juta dolar AS, setara 60,81 persen dari total nilai ekspor), Korea Selatan (senilai 1,64 juta dolar AS, setara 25,73 persen dari total nilai ekspor), Selandia Baru (senilai 379,68 ribu dolar AS, setara 5,95 persen dari total nilai ekspor), dan Papua Nugini (senilai 200,48 ribu dolar AS, setara 3,14 persen dari total nilai ekspor).
Secara kumulatif, ekspor Papua ke enam negara tujuan utama pada periode Januari – Mei 2024 mencapai nilai 23,385 juta dolar AS. Nilai itu meningkat sebesar 29,39 persen dibandingkan nilai ekspor Papua pada Januari – Mei 2023.
Ekspor Papua ke negara lainnya pada periode Januari – Mei 2024 juga mengalami peningkatan sebesar 41,92 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Nilainya mencapai 8,059 juta dolar AS.
“Hal itu sesuai dengan rencana pembangunan lima tahunan, sudah [memenuhi] target pemerintah yang harus tumbuh. Tiap sektor sudah ada target yang sudah ditentukan, sehingga pemerintah daerah berupaya mencapai target target itu,” kata Adriana.
PAD pun anjlok
Bukan hanya membuat PDRB Papua anjlok, pemekaran Provinsi Papua juga membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi induk susut jauh. Hal itu menjadi sorotan Rapat Paripurna DPR Papua mengenai Laporan Keterangan Pertanggungjawaban atau LKPJ Gubernur 2023.
Angka tertinggi PAD Papua terjadi pada 2022. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD-Perubahan Provinsi Papua tahun 2022 mematok target PAD Rp2.115 triliun, dan terealisasi realisasi Rp2,226 triliun. Kini, lain lagi faktanya. APBD Provinsi Papua 2024 mematok target PAD “hanya” Rp565 miliar (realisasi hingga Mei 2024 Rp276,35 miliar).
Pelapor Badan Anggaran DPR Papua, Junaidi Rahim meminta Pemerintah Provinsi Papua bisa menggenjot PAD. Junaidi meminta Pemerintah Provinsi Papua mendorong industri pariwisata, pertanian, dan peternakan.
“Bagaimana [agar Pemerintah Provinsi Papua] fokus membangun destinasi pariwisata, memperhatikan dan mendampingi usaha-usaha ekonomi sehingga dapat menghasilkan PAD. [Kami] mendorong aset di bidang pariwisata, pertanian dan peternakan dapat diperhatikan,” kata Junaidi Rahim.
Badan Anggaran DPR Papua juga menyoroti efektivitas penggunaan anggaran oleh Pemerintah Provinsi Papua. Mereka menyoroti sejumlah kebijakan di peningkatan perekonomian yang pemanfaatannya tidak sesuai, seperti pembangunan pengelolaan hasil jagung di Kabupaten Keerom, pembangunan satu unit rumah pembibitan kelapa di Kabupaten Sarmi, maupun pengelolaan sarana dan prasarana keanekaragaman hayati di Biak Numfor. Pembangunan unit pengolahan sagu di Kabupaten Supiori juga dinilai kurang berhasil.
Jika ingin memastikan PAD Provinsi Papua bertumbuh, maka upaya menggenjot pertumbuhan PDRB Papua harus menjadi pekerjaan rumah yang diprioritaskan Pemerintah Provinsi Papua. Tanpa ekonomi yang tumbuh dan berkembang, sulit mendulang lebih banyak PAD.
Penjabat Sekretaris Daerah Papua, Derek Hegemur mewakili Gubernur dalam laporannya saat penutupan rapat paripurna DPR Papua tentang LKPJ 2023 baru-baru ini menyebut gambaran neraca Pemerintah Provinsi Papua yang kokoh. Total aset sebesar Rp22,25 triliun dengan total kewajiban sebesar Rp65,31 miliar, dan total ekuitas sebesar Rp22,19 triliun.
“Total aset merupakan gambaran kekayaan daerah terdiri dari aset lancar sebesar Rp1,48 triliun, investasi jangka panjang Rp1,39 triliun, aset tetap Rp14,93 triliun, dana cadangan Rp453 miliar dan aset lainya Rp3,99 triliun,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!