Sorong, Jubi – Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya (MRP PBD) mengeluarkan keputusan pertimbangan persetujuan untuk tidak meloloskan bakal calon Gubernur dan bakal calon Wakil Gubernur yang sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya (PBD) atas nama Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw.
Keputusan itu tertuang Putusan MRP PBD Nomor 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang Memenuhi Syarat Orang Asli Papua pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
Menurut advokat sekaligus pemuda adat dan pendamping masyarakat adat, Ambrosius Klagilit, kepada Jubi Sabtu (7/9/2024), keputusan MRP PBD tersebut hasil dari Rapat Pleno Luar Biasa yang dipimpin Ketua Alfons Kambu dan dihadiri 33 Anggota MRPBD pada Jumat, (6/9/2024) di sebuah hotel di Kota Sorong.
Kata Klagilit, MRP PBD telah membuat keputusan dengan Nomor 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang Memenuhi Syarat Orang Asli Papua Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
Pada amar putusannya, MRP PBD tidak meloloskan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah mendaftar ke KPU PBD atas nama Abdul Faris Umlati sebagai Bakal Calon Gubernur, dan Petrus Kasihiw, sebagai Bakal Calon Wakil Gubernur.
Ambrosius Klagilit mengapresiasi keputusan MRP PBD yang tidak meloloskan Abdul Faris Umlati dan semestinya para pihak harus bisa menerima keputusan tersebur.
“Apapun alasannya, putusan MRP PBD harus dimaknai sebagai upaya penyelamatan hak politik Orang Asli Papua (OAP) untuk menduduki kursi kepala daerah khususnya gubernur dan wakil gubernur, sebagaimana ketentuan Pasal 12 UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan UU No 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua atau UU Otsus Papua,” kata Klagilit.
MRP pun lewat keputusan itu telah menjalanka kewenangannya yang diatur dalam Pasal 20 UU ayat 1 huruf a UU Otsus Papua yaitu: ‘Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan wakil Gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah’, lanjutnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon Gubernur dan wakil Gubernur yang mesti sesuai dengab syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 12 UU Otsus Papua, utamanya syarat “Orang Asli Papua”, kata Klagilit.
“Maka tidak ada alasan bagi semua pihak untuk tidak menghargai keputusan MRP PBD, terutama penyelenggara pemilihan kepala daerah atau Komisi Pemilihan Umum Provinsi Barat Daya agar tidak memberikan putusan di luar apa yang telah diputuskan oleh MRP PBD sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat atau Orang Asli Papua,” ujar Ambrosius Klagilit.
Ayub Paa, pemuda adat dan aktivis masyarakat adat di Sorong mengatakan putusan MRP PBD itu telah sejalan dan sesuai dengan semangat UU Otsus Papua. “Perlindungan kepada hak-hak Orang Asli Papua seharusnya tidak hanya dilihat pada konteks politik kepala daerah tapi juga harus pada lingkup yang lebih luas, utamanya perlindungan terhadap wilayah-wilayah adat yang saat ini sedang terancam oleh berbagai aktivitas industri ekstraktif,” katanya.
Namun Paa mendukung bahwa momentum Pilkada dapat dimanfaatkan untuk menuntut komitmen para calon kepala daerah atas visi-misi perlindungan dan penghormatan terhadaphak-hak masyarakat adat Papua. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!