Manokwari, Jubi – Sekitar 60 an mahasiswa dan mahasiswi asal Kabupaten Fakfak terpaksa keluar dari asrama yang dibangun oleh Pemerintah Daerah di kawasan Anggori Kelurahan Amban Kabupaten Manokwari Papua Barat.
Para mahasiswa terpaksa mengungsikan barang-barang mereka ke tempat lain, setelah jatuh tempo yang diberikan oleh pemilik tanah tempat bangunan asrama dibangun.
“Disuruh keluar dengan deadline waktu hari ini makanya mereka keluar dari asrama,” kata Arina salah satu mahasiswi Senin (11/11/2024).
Tanah yang dibangun Asrama Fakfak itu, sebelumnya telah dibayar oleh Pemerintah Kabupaten Fakfak kepada PT. Fulika
“Sebelumnya awal pendirian asrama itu tanah tersebut dibeli dari PT Fulika,” ujarnya.
Penjabat Bupati Fakfak Oktovianus Mayor meminta agar para mahasiswa keluar saja dari asrama tersebut, sebab tanah tersebut sejak 2015 sudah dibayarkan kepada yang menjual yakni pihak Fulika. tetapi masih saja ada pihak yang datang, mengaku memiliki tanah.
“Saya waktu PJ Bupati 2015 saya cari tahu itu, ternyata secara sertifikat milik PT Fulika, tetapi mama Agustina itu sekarang mengklaim dia punya, padahal dulu bapa Yohanes Mandacan pemilik tanah jual ke Orang Bintuni lalu orang Bintuni jual ke Fulika,” katanya.
Dia mengaku kendati Pemda Fakfak akan gugat ke pengadilan pasti menang karena ada sertifikat, meski demikian ia meminta bahwa hal itu tidak dilakukan karena kedepan nanti akan jadi masalah lagi.
“Kemungkinan kami punya solusi tidak urus tanah itu lagi,” katanya.
Oktovianus Mayor mengaku anak anak mahasiswa saat ini dibawa ke Bumi perkemahan Pramuka di Arowi.
Ketua MRP Papua Barat, Judson Ferdinandus Waprak meminta Pemda Fakfak untuk segera menyelesaikan masalah yang terjadi.
“Pemda Fakfak harus melakukan tindakan soal asrama Fakfak sampai saat ini masih terkendala, Pemda harus seriusi masalah ini. Pemda Fakfak segera di Manokwari menghadirkan semua pihak terkait mulai dari pembayaran tanah semenjak pembangunan , agar tidak jadi kendala bagi mahasiswa yang hendak kuliah, “katanya.
Dia mengatakan kehadiran mereka di asrama sebagai bentuk keprihatinan, sehingga diharapkan Pemda tidak tinggal diam,sebab MRPB akan bijaki persoalan ini dengan baik .
“Setelah mendapat beberapa informasi beberapa sumber yang jelas , maka perlu ada ketegasan dalam menyelesaikan hak ulayat ,sebagai lembaga kultural (MRPB) sepakat dengan mahasiswa untuk menyurat ke kejaksaan tinggi Papua Barat, agar melakukan pemeriksaan kepada pihak -pihak yang berkaitan dengan pembangunan asrama, hingga kepemilikan tanah, sehingga tidak terjadi simpang siur pembayaran tanah dan kepemilikan aset Pemda” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!