Sorong, Jubi – Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Knasaimos, Fredik Sagisolo, mengungkapkan kekhawatirannya terkait ketidakjelasan batas wilayah antara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya.
“Masalah ini dapat berdampak serius pada kerukunan hidup masyarakat di kedua wilayah,” tegas Sagisolo kepada Jubi, Rabu (7/8/2024).
Ketidakjelasan batas wilayah ini semakin memanas setelah putusan sela dalam Perkara Nomor 106/PUU-XXI/2023 yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15 Juli 2024.
Mahkamah memerintahkan Gubernur Papua Barat Daya untuk memfasilitasi mediasi antara Pemerintah Kabupaten Sorong dan Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam upaya penyelesaian sengketa batas wilayah Kampung Botain. Mediasi ini harus dilakukan di bawah supervisi Kementerian Dalam Negeri dalam jangka waktu paling lama empat bulan sejak putusan ini diucapkan.
Mahkamah juga memerintahkan Gubernur Papua Barat Daya untuk melaporkan hasil mediasi tersebut dalam jangka waktu paling lama tujuh hari kerja sejak mediasi selesai dilakukan. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri diminta untuk melakukan supervisi dalam pelaksanaan mediasi dan melaporkan hasil supervisi kepada Mahkamah dalam waktu paling lama tujuh bulan sejak mediasi selesai dilakukan.
Fredik Sagisolo menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik sosial.
“Ketidakjelasan batas wilayah ini bukan hanya masalah administrasi, tapi juga berpotensi menimbulkan konflik sosial,” ujar Sagisolo dalam sambungan telepon.
Ia juga menyebutkan bahwa wilayah adat Botain yang diklaim masuk sebagai wilayah administrasi Kabupaten Sorong sebenarnya jelas-jelas masuk Kabupaten Sorong Selatan. Bukti fisik seperti pembangunan sekolah dan pos pelayanan terpadu (posyandu) gereja di wilayah tersebut adalah aset milik pemerintah Kabupaten Sorong Selatan.
Fredik juga menyoroti kekeliruan klaim dari Kabupaten Sorong.
“Jika pemerintah Kabupaten Sorong mengklaim bahwa wilayah tersebut masuk Kabupaten Sorong berdasarkan status nama distrik Botain, itu lebih salah lagi. Status nama distrik itu sebenarnya dibangun di wilayah pemerintahan Kabupaten Sorong, Kampung Wandurian, di pesisir darat, dan bukan di Kampung Botain,” tegasnya.
Ketua LMA Knasaimos ini mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan ketidakjelasan ini.
“Jika tidak segera diselesaikan, masalah ini bisa mengancam keharmonisan dan kerukunan yang telah terjalin selama ini. Saya minta pemerintah provinsi Papua Barat Daya segera membentuk tim untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah ini,” ujar Fredik.
Ia juga menjelaskan bahwa ketidakjelasan batas wilayah ini telah menyebabkan berbagai masalah, termasuk dalam hal pelayanan publik dan pengelolaan sumber daya alam. Potensi konflik antar masyarakat juga semakin meningkat seiring dengan ketidakpastian mengenai batas wilayah yang sah.
Menyikapi hal ini, Fredik mendesak Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk segera mengambil tindakan tegas dan menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan.
Ia berharap agar pemerintah dapat melibatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat adat dan pemerintah daerah, dalam mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
“Kami berharap agar pemerintah segera turun tangan dan menyelesaikan masalah ini sebelum terlambat, karena keharmonisan dan kerukunan masyarakat adalah aset berharga yang harus kita jaga bersama,” tegas Fredik.
Ketua Anak Muda Adat Knasaimos, yang disingkat Amak, Nabot Sreklefat, juga mengungkapkan keprihatinannya yang sama. Ia mengingatkan bahwa sudah ada putusan sela dari Mahkamah Konstitusi terkait perkara ini.
“Kami tegaskan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya segera memfasilitasi kedua belah pihak pemerintah, antara pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dan pemerintah Kabupaten Sorong, untuk membuka tikar adat. Dari pengakuan wilayah adat inilah merujuk kepada wilayah pemerintahan,” jelas Nabot.
Ia menekankan pentingnya survei dan konsolidasi wilayah adat untuk memastikan bahwa pelayanan publik seperti gereja dan pendidikan dapat berjalan dengan baik di Kabupaten Sorong Selatan. Nabot juga menyebutkan bahwa warga di Kampung Botain tidak terdaftar dalam pemilu legislatif sebelumnya karena ketidakjelasan batas wilayah.
“Mereka adalah warga negara Indonesia yang wajib diperhatikan baik oleh pemerintah,” katanya.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Sorong Selatan, Riyan Eko, menyatakan bahwa belum ada tindak lanjut dari Gubernur Papua Barat Daya.
“Kami masih menunggu mediasi dari gubernur provinsi Papua Barat Daya,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya terkait pernyataan Ketua LMA Knasaimos, namun, isu ini telah menjadi perhatian serius masyarakat di kedua kabupaten. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!