Jayapura, Jubi – Pelabuhan Pomako di Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, berbeda dengan pelabuhan lainnya di Papua. Pasalnya terdapat pelabuhan milik pribadi mulai dari pelabuhan rakyat, pelabuhan perikanan hingga pelabuhan milik Soemitro dan milik lembaga lainnya, termasuk pelabuhan Yayasan Pembangunan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK).
Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob, mengatakan rencananya Pemerintah Kabupaten Mimika akan memusatkan pelabuhan.
“Dan tidak boleh membuat pelabuhan sendiri-sendiri,” katanya, Rabu (22/2/2023).
Menurutnya pelabuhan harus terpusat sehingga memudahkan penumpang, dan saat bongkar muat barang.
Kepala Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Kelas III Pomako, Husni Anwar Tianotak, dikutip dari Antara, mengatakan Pemerintah Kabupaten Mimika telah memiliki surat pelepasan dari masyarakat adat pemilik hak ulayat atas tanah kawasan Pelabuhan Pomako sejak tahun 2000.
Ironisnya, tanah yang sudah dilepaskan Pemkab Mimika ini yakni seluas 5.000.000 meter persegi itu justru dijual lagi oleh masyarakat pemilik hak ulayat kepada pengusaha Soemitro. Kedua belah pihak kini saling mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah kawasan pelabuhan Pomako, Distrik Mimika Timur.
Sekitar 2000-2002, Jubi sempat menelusuri hutan-hutan bakau di sekitar Pelabuhan Pomako dari Kota Timika sejauh 40 kilometer, dan masih tampak hutan bakau yang menjulang tinggi dan kerapatannya masih bagus.
Kini akhir Januari hingga awal 2023 kerapatan hutan bakau semakin menipis, dan sudah banyak pembangunan mulai dari PLTU Listrik Mimika, dan tampak ada jaringan distribusi kabel listrik tegangan tinggi menuju Kota Timika.
Pantauan Jubi, di sekitar Pelabuhan Pomako pada 2 Februari 2023 lalu, memang terdapat Pelabuhan Perikanan Laut dan tercatat ada hampir ratusan kapal laut.
“Biasanya lebih banyak kapal ikan yang merapat di sini,” kata Husein Abdilah, warga Timika kepada Jubi. Dia menambahkan selain itu ada pula pelabuhan penumpang yang menyatu dengan pelabuhan kontainer.
“Biasanya kalau ada kapal penumpang milik Pelni, aktivitas kontainer terhenti karena banyak penumpang yang tunggu di terminal sementara,” katanya.
Pelabuhan Pomako terletak di pinggir alur Sungai Iwania menuju Laut Arafura di Selatan Papua. Melalui Sungai Wania ini pula kapal-kapal konsentrat milik PT Freeport keluar masuk menuju Port Site pelabuhan konsentrat, dan Cargo Dock milik Freeport.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq Direktorat Kenavigasian akan menetapkan alur pelayaran masuk Pelabuhan Pomako di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Berdasarkan Studi RIP, kapal terbesar yang masuk Pelabuhan Pomako adalah kapal kontainer dengan ukuran 10.000 dwt, panjang kapal 135 m, lebar 22 m dan draft 5.6 m.
Mengutip hubla.dephub.go.id, disebutkan bahwa hasil survei, data teknis rencana alur pelayaran memiliki kedalaman bervariasi mulai dari 4 m s/d 40 m lws sehingga kapal-kapal yang akan masuk dan sandar di Pelabuhan Pomako, harus memperhatikan kondisi kedalaman dan pasang surut.
Dikatakan untuk kelancaran arus barang maupun penumpang di Pelabuhan Pomako, maka penataan alur pelayaran sudah selayaknya dilaksanakan untuk segera ditetapkan agar memperoleh alur pelayaran yang ideal. Sehingga memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi serta melindungi kelestarian lingkungan maritim.
Pelabuhan Perikanan Pomako dan PAD
Ketua Kelompok Khusus (Poksi) DRP Papua, John NR Gobay, mengatakan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua, perlu dibuat regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) atau peraturan gubernur (Pergub) yang mengatur tentang Retribusi Izin Tambat Labuh atau jasa pelayanan kepelabuhan untuk kapal-kapal yang mendapatkan izin-izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang jumlahnya sekitar 1400-an.
“Jika diatur dengan baik, maka pemerintah daerah bisa mendapatkan manfaat melalui retribusi izin tambat labuh kapal-kapal tersebut.
Untuk itu, kami meminta agar Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan peraturan daerah provinsi ataupun peraturan gubernur yang mengatur tentang retribusi izin tambat labuh kapal-kapal yang sandar di Pelabuhan Pomako Kabupaten Mimika, agar mereka juga memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah baik Provinsi Papua dan Mimika,” kata John Gobay sebagaimana dikutip Jubi dari laman resmi dpr-papua.go.id.
Gobay juga mengatakan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua melalui Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Pomako masih memerlukan tanah seluas 10 hektare.
Lebih lanjut, kata Gobay, bahwa lahan tersebut dapat digunakan untuk pengembangan TPI dalam rangka membangun sarana dan prasarana yang diperlukan.
“Misalnya SPBU yang juga perlu dibangun, kemudian rumah pendingin dan juga hal-hal yang lain yang tentu memerlukan tanah yang cukup,” kata Gobay.
Kalau terjadi pendangkalan di alur Pomako karena ada aliran sungai dari gunung yang membawa banyak material atau sedimentasi lalu bermuara di Sungai Wania. Hal ini membuat pendangkalan terutama saat air laut surut dan menghambat keluar masuk kapal maupun perahu motor warga.
Meskipun bukan berita baru, tetapi Kapal Motor (KM) Tatamailau milik Pelni yang berlayar dari Agast Kabupaten Asmat menuju pelabuhan Pomako pada Senin (2/2/2015) lalu pernah kandas di Perairan Sungai Wania. Hal ini membuat para penumpang resah dan turun melalui perahu-perahu milik penduduk setempat. (*)