Penerbitan laporan jurnalistik ini adalah hasil kerja kolaborasi Jubi dan Project Multatuli
Manokwari, Jubi-Jalan Trans Papua Barat yang menghubungkan Kabupaten Manokwari dengan Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Sorong telah tersambung sejak 2007. Sedangkan pengaspalan dimulai bertahap sejak 2014 dan hingga kini masih ada beberapa ruas yang belum diaspal.
Tim Jubi dan Projek Multatuli menyusuri jalan trans Papua Barat dari Manokwari hingga Tambrauw selama lima jam pada Senin (17/10/2022). Meski berstatus jalan negara, rambu-rambu lalu lintas di sepanjang jalan terlihat sangat minim.
Perjalanan sepanjang jalan trans Papua Barat melewati hutan dan perkampungan penduduk. Di beberapa kampung warga asli Papua membuat tenda berukuran kecil untuk sekadar menjual pinang dan sayuran hasil kebun mereka. Kondisi ini berbeda dengan warga nusantara yang hidup berdampingan dengan mereka, terlihat kios-kios sembako mereka menupang ekonomi di sepanjang jalan.
Di beberapa kampung yang terletak di perbatasan Distrik Sidey dan Kampung Saukorem (Distrik Amberbaken), di pinggir jalan teronggok potongan-potongan kayu merbau dan jenis lainnya yang sudah bersih milik warga. Kayu itu dipajang menunggu ojek kayu untuk membawa kepada pelanggan yang membeli.
Perjalanan kemudian menyusuri jalan yang berliku, menanjak, dan menikung hingga ke kawasan jalan yang tidak beraspal. Warga menyebutnya jalan pasir dengan bebatuan kerikil hingga pasir halus. Perjalanan kerapkali terhenti di kawasan ini jika hujan turun dengan lebat. Baik kendaraan dari arah Manokwari maupun dari Distrik Kebar di Kabupaten Tambrauw. Memang sudah ada jalan alternatif, namun masih dalam pengerjaan.
Yunus, sekretaris Kampung Pubuan di Distrik Kasi, Kabupaten Tambrauw dijumpai di lokasi yang berada di kampungnya itu.
“Kitorang tunggu mobil lewat supaya menumpang turun ke ibu kota distrik, Bapak mau bawa laporan pertanggungjawaban kampung,” katanya.
Ia bercerita, sejak akses jalan dibuka, sejumlah ekskavator didatangkan oleh beberapa pengusaha tambang emas untuk mengeruk emas di kawasan Kali Kasi.
“Ekskavator mulai masuk, kalau tidak salah tahun 2010, dorang keruk emas di atas, keuntungan yang dorang dapat sudah lebih,” kata Yunus menunjuk ke arah Kali Kasi yang berada di balik bukit yang memisahkan kampungnya dengan lokasi tambang emas itu.
Tim kemudian melanjutkan perjalanan ke Distrik Kebar. Sejak sekitar 7 km dari Distrik Kebar jalan telah beraspal. Ini berbeda dengan kondisi jalan dari Distrik Sidey di Kabupaten Manokwari menuju Distrik Kasi di Kabupaten Tambrauw yang beberapa ruas masih belum diaspal, seperti jalan di kawasan Gunung Pasir.
Pembangunan Jalan Trans Papua Barat mendapat tudingan miring bahwa yang menikmatinya hanya investor atau pemilik modal dari luar, bukan masyarakat lokal. Kepala Sub Bidang Infrastruktur Wilayah dan Penataan Ruang Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Provinsi Papua Barat Jimmy Pigome langsung menepisnya.
Menurut Pigome, jalur Jalan Trans Papua dibangun dengan mendekatkan fasilitas kepada masyarakat dengan mengalokasikan ruang titik pertumbuhan ekonomi pada titik-titik strategis pertumbuhan simpul transportasi.
“Itu cara supaya masyarakat menikmatinya,” ujarnya.
Selain Jalan Trans Papua Barat, kata Pigome, ada titik jalur kereta api Trans Papua yang akan dibangun. Di titik tersebut akan dibangun trase. Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang telah diketahui titik-titik koordinatnya.
“Kita di daerah ini bagaimana supaya jalan ini bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.
Namun pantauan Jubi di sepanjang Jalan Trans Papua Barat dari Manokwari hingga kawasan Kebar yang dapat dilihat baru pembukaan akses dan pengaspalan jalan. Belum ada titik-titik pusat ekonomi yang dibangun.
Kaki sudah pendek
Tim Jubi dan Projek Multatuli masuk ke Distrik Kebar dan menginap selama tiga hari untuk menemui sejumlah Mama Papua.
“Mulai dari pekerjaan pengaspalan jalan ini para pekerja dorang datangkan dari sana (luar Kebar),” kata Mariah, warga Kampung Injai, Distrik Kebar.
Meski begitu, kata Mariah, selama pengerjaan jalan, warga terutama mama-mama Kebar memberikan perhatian kepada para pekerja.
“Kitorang punya prinsip begini, dorang kerja untuk kita, uangnya nanti dorang bawa tapi pekerjaan ini dorang tidak bawa pulang to, itu keuntungannya,” katanya.
Bagi Mariah dan warga Kebar lainnya, meski para pekerja didatangkan dari luar, tetapi mereka bekerja demi Kebar. Karena itu warga pun memberikan makanan dan hasil kebun kepada para pekerja tersebut.
“Padahal kitorang punya jualan dorang tra (tidak) pernah beli. Kitorang kasih saja karena orang Kebar itu murah hati,” ujarnya.
Warga pun mengenang dan membandingkan ketika Jalan Trans Papua Barat belum diaspal dengan jalan masih dibangun setapak. “Dulu ketika jalan ini belum diaspal kalau kitorang jalan ke kampung sebelah tidak terasa, tetapi sekarang asal kitorang ke kampung sebelah sudah capek kali pendek,” katanya.
Maksudnya, dulu meski masih jalan setapak, tapi ada pepohonan yang rindang sehingga berjalan kaki pun tidak terasa capek. Sedangkan sekarang karena jalan sudah diaspal kaki sudah pendek atau bisa dengan kendaraan.
Kawasan Kebar di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya terdiri dari tiga distrik, yaitu Distrik Kebar Timur, Distrik Kebar Selatan, dan Distrik Kebar.(*)