Merauke, Jubi – Masyarakat adat dari marga Basik-Basik melakukan pemalangan Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke, Papua Selatan, sejak Selasa (25/6/2024).
Mereka mengklaim sebagai pemilik hak ulayat atas lahan kantor tersebut dan menuntut ganti rugi sejumlah Rp4,4 Miliar.
Dalam aksi pemalangan, masyarakat adat memasang sasi (janur) di gerbang dan pintu masuk kantor yang berlokasi di Jalan Ermasu itu. Mereka juga memasang spanduk yang bertuliskan “Tolong, Pemerintah Menghormati dan Menghargai Hak Ulayat Kami” di pagar tembok Kantor Dinas Perhubungan atau Dishub.
Merespons aksi pemalangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Merauke yang diwakili Sekretaris Daerah Jeremias Paulus Ruben Ndiken, melakukan pertemuan tertutup dengan masyarakat adat pemilik Ulayat di kantor bupati pada Kamis (27/6/2024).
“Tadi kami sudah bertemu dengan pemilik ulayat tanah yang digunakan oleh Dishub Merauke. Tanah itu milik Marga Basik-Basik. Mereka sudah ajukan permohonan untuk pembayaran tali asih. Dokumen-dokumen sudah disiapkan, namun belum dirampung secara baik ke dalam administrasi keuangan. Tuntutan ganti rugi mereka memang ada, tapi itu belum masuk dalam dokumen anggaran kabupaten 2024-2025,” kata Sekda Merauke, Jeremias Paulus Ruben Ndiken kepada wartawan.
Ndiken mengatakan dari hasil pertemuan tersebut, pemilik ulayat meminta uang panjar sebesar 15 persen dari tuntutan ganti rugi. Setelah dibayarkan, baru masyarakat adat membuka palang Kantor Dishub Merauke. Pemerintah daerah menyanggupi permintaan pemilik ulayat, namun terlebih dahulu akan ditindaklanjuti kepada Romanus Mbaraka selaku kepala daerah.
“Saya akan berkoordinasi dengan bupati soal berapa besaran pembuka palang ini. Kalau bupati setujui [nilai panjarnya], kita akan tindaklanjuti ke pemilik ulayat. Diminta 15 persen, tapi nanti dilihat karena beban pemerintah terlalu besar. Sebab semua keuangan itu sudah dirinci sesuai dengan program yang ada pada setiap dinas dan badan sampai ke distrik kelurahan,” ujarnya.
Ruben Ndiken mengatakan tuntutan ganti rugi dari masyarakat pemilik ulayat sejumlah Rp4,4 miliar. Namun jika dilihat dan diukur lahan tersebut, luasnya tidak mencapai satu hektare. Tuntutan masyarakat pemilik ulayat dinilai sangat besar, namun juga dapat dimaklumi karena mungkin pemilik Ulayat menanti pembayaran dari pemerintah daerah terlalu lama.
“Pemalangan sudah masuk hari ketiga. Saya minta untuk dibukakan palang, mereka minta panjar dulu. Karenanya hari Senin besok kita upayakan [bayar panjar] supaya bisa buka palang. Aktivitas dinas perhubungan saat ini terhenti, kecuali jika ada hal-hal urgen itu pemilik ulayat perbolehkan staf untuk masuk,” katanya.
Kuasa hukum pemilik ulayat, Richard Mehue mengatakan lahan yang digunakan Kantor Dishub Merauke seluas 2.900 meter persegi. Tanah itu telah digunakan selama puluhan tahun, sekitar akhir tahun 1970 atau di awal 1980 an. Lahan itu milik empat bersaudara dari marga Basik-Basik, dan dipercayakan kepada salah seorang di antaranya yakni Fransiskus Wainai Basik-Basik untuk mengurus masalah tersebut dengan pemerintah.
Menurut dia masyarakat pemilik ulayat melakukan pemalangan, karena tidak melihat adanya itikad baik dari pemerintah daerah untuk memberikan uang ganti rugi. Masyarakat adat akan membuka palang Kantor Dishub Merauke, jika pemerintah telah memberikan uang panjar sebesar Rp600 juta atau 15 persen dari tuntutan ganti rugi.
“Tuntutan Rp4,4 miliar, dan sudah disepakati bersama pemerintah daerah. Tapi diulur-ulur terus, seperti tidak ada itikad baik untuk bayar, sementara bangunannya sudah didirikan sejak lama. Masyarakat memalang ini supaya ada panjar dari Pemda. Tadi kita sudah rapat, dan Sekda Merauke sudah sampaikan akan diberikan panjar, hanya mereka minta waktu. Masyarakat akan buka setelah ada panjar,” katanya.
Richard Mehue menambahkan, masyarakat pemilik ulayat juga tidak memaksa pemerintah daerah untuk membayar panjar sepenuhnya 15 persen. Mereka memahami pemerintah daerah untuk melakukan pembayaran sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
“Pemilik tanah menuntut pembayaran bukan seluruhnya, tapi panjar. Panjar yang diminta oleh masyarakat 15 persen, tapi itu juga tergantung keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan dana yang ada, masyarakat memahami itu,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!