Jayapura, Jubi – Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi Papua Pegunungan menggelar debat pamungkas calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Gedung Aithousa, GKI Betlehem, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, , Sabtu (16/11/2024). Para kandidat membahas soal sinergi pemerintah pusat dan daerah, nasionalisme, globalisasi, dan penegakan hukum.
Debat kandiat itu menghadirkan sejumlah panelis seperti Prof Dr Balthasar Kambuaya MBA (Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Cenderawasih), Prof Dr Melkias Hetharia SH MH MHum (Guru Besar Flsafat Hukum dan HAM Universitas Cenderawasih), Prof Dr Nomensen Steffan Mambraku (akademisi dan praktisi), Prof Dr Drs Agustinus Fatem MT (Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Cenderawasih), Prof Dr E Vince Tebay SSos MSi (Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Cenderawasih), DR H Rudihartono Ismail MPd CRA CRP (Rektor Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena), Jackson Yumame SIP MPA(P) (dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih).
Anggota KPU Papua Pegunungan, Ansar S mengatakan pelaksanaan debat kandidat itu mengacu ketentuan perundang-undangan. “Debat publik pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dimaksudkan untuk menggali lebih dalam dan luas tema tata kelola pemerintahan, peningkatan layanan publik, sosial inklusif, dan pembangunan infrastruktur yang dikaitkan program kerja [maupun] visi-misi dari setiap pasangan calon. [Itu] salah satu pertimbangan [pemilih] dalam menentukan pilihannya pada 27 November 2024,” kata Ansar.
Menurutnya, pemekaran Provinsi Papua dan pembentukan Provinsi Papua Pegunungan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) jelas membawa tantangan tersendiri, juga peluang yang besar. Harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah tidak hanya penting dalam konteks pemerintahan, tetapi juga dalam menjaga keberagaman dan juga memperkokoh nasionalisme serta kebangsaan.
“Melalui debat ini saya berharap masyarakat di seluruh Papua Pegunungan mendapat informasi yang lebih jelas dan objektif mengenai visi dan misi serta langkah-langkah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik dan lebih dekat dengan kebutuhan rakyat, khususnya dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara pusat dan daerah,” katanya.
Calon Gubernur nomor urut 1, John Tabo dalam penyampaian pembuka debat menyatakan ia mengacu kepada program kerja yang mengacu pada tiga tungku yaitu adat, agama dan pemerintah. Ia menawarkan program utama seperti di bidang pendidikan sumber daya manusia yang unggul, kesehatan, infrastruktur, pemerintahan dan keamanan, perekonomian rakyat, sosial dan keagamaan, telekomunikasi dan perhubungan, lingkungan hidup dan pemberdayaan potensi alam, perlindungan hukum dan HAM, kebudayaan dan pariwisata.
“Dalam penegakan hukum misalnya, kami tidak akan tebang pilih jika ada korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Namun, yang terpenting bagaimana pencegahan itu dilakukan,” kata John Tabo.
Calon Wakil Gubernur nomor urut 1, Ones Pahabol saat menjawab pertanyaan panelis mengenai persoalan pengaruh globalisasi serta dampaknya di Papua Pegunungan menyatakan akan berupaya agar globalisasi tidak merugikan masyarakat. “Namun jika ada hal-hal positif, yang bersifat membangun masyarakat, akan lebih ditegakkan agar [kita] tidak tertinggal menghadapi globalisasi yang suka tidak suka sudah dirasakan di Papua Pegunungan,” kata Ones Pahabol.
Calon Gubernur nomor urut 2, Befa Yigibalom mengatakan pada era globalisasi saat ini mendunia dan semakin cepat. Menurutnya, ada dampak positif yang luar biasa, namun ada pula dampak negatif yang memang merusak seluruh sendi kehidupan.
Menurutnya, masalah itu akan diatasi dengan sinergi antara pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat, karena Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan memiliki berbagia keterbatasan. “Selain itu, pemberian kewenangan kepada daerah harus jelas kepada siapa, dan itu harus kepada kabupaten yang dekat dengan rakyat, sehingga rakyat dilayani dalam satu pintu, tidak di berbagai pintu,” kata Yigibalom.
Pada bagian akhir Befa menyebut nasionalisme orang Papua ada di ujung kesejahteraan rakyat. Jika ada kesejahteraan, maka nasionalisme akan bangkit tanpa perlu direkayasa. “Kami optimis dengan program yang ditawarkan, nasionalisme masyarakat Papua Pegunungan akan ada,” katanya.
Menyangkut masalah hukum, Befa Yigibalom menilai masalah hukum paling mendesak di Provinsi Papua Pegunungan adalah konflik. Ia menyatakan akan membuat rancangan Peraturan Daerah Khusus untuk mengatasi masalah itu. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!