JUBI – Prefesi sebagai penggali kubur mungkin merupakan profesi yang sangat jarang dilirik oleh masyarakat. Tetapi bayangkan kalau tidak ada penggali kubur, mungkin keluarga duka akan mengurus sendiri jenazah keluarganya, mulai dari menggali liang kubur sampai urusan penataan ruang kubur.
Di pekuburan Kristen Abepura yang letaknya tidak jauh dari pusat kota dan cukup luas arealnya, setiap hari tercacat minimal ada dua jenazah dan maksimal bisa mencapai tujuh jenazah. Ini berarti para penggali kubur harus mulai menyediakan liang lahat sebanyak tujuh kubur jika ada yang memesannya terutama dari keluarga yang berduka. Tapi untunglah ada orang yang masih mau bekerja menyediakan liang lahat bagi warga kota Jayapura.
Marthinus Roni Sembra (42) warga BTN Abe gunung adalah merupakan salah satu dari belasan penjaga dan penggali liang di pekuburan umum Kristen Abepura di tanah hitam.
“Saat ini baru tercatat sekitar 15 anggota penjaga dan penggali kubur di Pemakaman Umum Kristen Tanah Hitam,”ujar Marthinus Roni Sembra kepada Jubi di pemakaman umum Abepura belum lama ini.
Menurutnya dia baru menekuni profesinya sebagai penjaga dan penggali kuburan sejak 1996. Marthinus yang juga tercatat sebagai pegawai honorer pada Dinas Kebersihan dan Pemakaman Kota Jayapura yang ditempatkan di pekuburan Kristen Abepura mengungkapkan, sebelum menjadi pegawai honorer sebenarnya kegiatan mengali kubur sudah ditekuninya bersama dengan beberapa temannya pada lokasi tersebut.
“Setiap bulan honor yang saya peroleh dalam menjaga kubur minimal Rp 970.000,- dan maksimal Rp 1.000.000,-,” ujar Marthinus seraya menambahkan hasil pendapatan ini sebenarnya masih kurang dan tidak mencukupi tetapi harus mensyukurinya.
Sekalipun tercatat sebagi pegawai honorer tetapi guna menambah pendapatannya terpaksa Marthinus juga masih menjajakan tenaga juga untuk menggali kubur bagi keluarga terutama bagi keluarga yang mampu.
Besarnya biaya yang dibebankan pada pihak keluarga biasanya disesuaikan dengan umur. Misalnya untuk orang dewasa ke atas sebesar Rp 475.000,- yang terdiri dari Rp 75.000,- untuk biaya adminitrasi, sementara Rp 400.000, – untuk jasa penggali kubur. Sedangkan untuk kategori anak-anak dipatok sebesar Rp 250.000, di mana Rp 200.000,- untuk jasa para penggali kubur dan Rp 50.000,- untuk biaya administrasi. Kalau kuburannya mau dicor maka dikenakan biaya sekitar delapan juta rupiah.
Dalam melaksanakan tugasnya setiap hari dalam menyiapkan pemakaman bagi kelaurga yang meminta jasa mereka. Marthinus bersama dengan beberapa temannya yang lain membentuk kelompok yng terdiri dari 4 sampai 5 orang.
“Pembagian kelompok ini dilakukan guna memperlancar pekerjaaan karena biasanya pihak keluarga yang meminta secara kebetulan bersamaan,” ujar Marhinus.
Selain honor tetap yang didapatkan sebagai pegawai honorer setiap harinya Marthinus juga memperoleh pendapatan minimal Rp 80.000,- dari jasanya setelah menggali kubur. Marthinus mengakui walau pun pendapatannya kecil tetapi kalau diatur dengan baik penggunaannya tentu akan memberikan hasil yang maksimal bagi keluarganya.
Dari jasa penggali kubur yang sudah ditekuninya sejak 1996 hingga sekarang Marthinus telah mampu membangun sebuah rumah permanen. Selain itu, pada tahun ajaran 2007 ia telah mendaftar sebagai mahasiswa Stikom dengan mengambil jurusan Komunikasi Massa.
“ Sekalipun umur saya sudah mencapai 42 tahun namun saya akan berusaha mencari ilmu yang lebih dalam lagi, dan saya tidak mau kehidupan yang lalu terulang kembali.” ujar Marthinus tentang alasannya untuk kuliah.
Berbeda dengan Marthinus, salah seorang penggali kubur lainnya Egri (28), yang hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat SMP ini mengaku cukup puas dengan apa yang ia dapatkan sebagai penggali kubur.
Egri yang tinggal di dekat pekuburan, tepatnya di samping BTN Puskopad mengungkapkan bahwa pekerjaaan sebagai penggali kubur sudah ditekuni cukup lama. Hal ini dilakukan sejak menyelesaikan pendidikan SMP. Dimana pada saat itu Egri berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan, namun karena ketidak mampuan keluarga dalam membiayai pendidikannya sehingga ia harus rela berhenti sekolah.
“Keinginan saya ketika menyelesaikan pendidikan SMP pada tahap yang lebih tinggi namun hal itu tak terwujud karena orang tua tak punya biaya.” ujar Egri.
Egri yang sudah berkeluarga dan dikaruniai tiga orang anak tentu harus berusaha bagaimana menutupi biaya hidup keluarga. Sedangkan istrinya Tina (27) juga tidak punya pekerjaan tetap. Sehingga mau tidak mau, ia harus menekuni profesi penggali kubur ini.
Lebih jauh Egri berujar bahwa menggali kubur yang ia lakukan bersama dengan kawan-kawannya mengingat cukup banyak dari pihak keluarga yang berduka meminta bantuan untuk menyiapkan tempat pemakaman. Hal ini tentu merupakan sumber pendapatan bagi warga yang berlokasi didaerah pekuburan.
“Tentunya kita tidak meminta yang berlebihan kepada pihak yang mengalami kedukaan,” ujar Egri mengingatkan bahwa dia tidak menarik keuntungan dibalik kedukaan orang lain. “Tapi yang jelas kehadiran kita dibutuhkan,” tambahnya.
Menurut Egri dari hasil perolehannya mengali kubur ini setiap harinya bisa membawa pulang minimal Rp 200 ribu atau paling tidak Egri mampu menyimpan minimal Rp 2.000.000,- setiap bulannya.
Hasil yang diperoleh Egri ini menurutnya cukup lumayan dan mampu untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Bahkan menurut Egri dari hasil kerjanya ini dia sudah mampu membuat rumah serta untuk mencukupi keperluan biaya hidup lainnya.
“ Sekalipun saya mampu menutupi biaya hidup dari hasil kerja saya mengali kubur tetapi sampai kapan pekerjaan seperti ini dapat saya jalani?” ujarnya sambil merenung lebih dalam.
Kekhawatiran Egri memang cukup beralasan, mengingat pekerjaan seperti ini tentu membutuhkan suatu tenaga yang ekstra serta tidak mungkin dapat dilakukan selama-lamanya. “Kekuatan fisik tentu ada batasnya dan sangat dipengaruhi oleh tingkat usia seseorang,“ tambah Egri mengingatkan.
Namun Egri berharap apa yang telah dijalaninya kelak tidak akan terjadi pada anak-naknya.”Jangan sampai anak anak saya mengalami nasib yang dialami bapaknya. Biarlah saya sendiri yang menjalaninya,” ujar Egri.
Menurut Egri uang yang didapatkannya akan dipergunakan sebaik baiknya guna membiayai pendidikan anak anaknya sehingga mampu membantu ekonomi keluarganya kelak. (Yunus Paelo / Dominggus Mampioper)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!